Tema
: Cinta Yang Tak Terucap
THE
LAST JOURNAL (PART 3-END)
“Foto sepanjang masa berubah menjadi lukisan… ini
berharga, kau tahu?”
Matanya yang lama terpejam akibat menikmati dan
tenggelam bersama kenangan masa lalu, kini terbuka menatapku lekat. Andai,
lukisanku sama dengan yang dikatakannya barusan, mengapa aku masih merasa
menjadi mayat di sini? Korban dari sihiran makhluk seperti dirinya. Aku kembali
takut tidak bisa mengontrol diri. Kalau terlepas, aku bisa membunuh jati diri.
Perasaanku larut dalam kalut.
Tiba-tiba ia menggamit sela-sela jariku tuk berdiri.
Kini, hanya lukisan yang tersandar sendirian dibangku kami. Saksi bisu. Jujur,
aku takut ada yang tak sengaja lewat dan melihat kami berhadapan dengan jarak
dua jengkal. Biasanya kami membawa komik sebagai peralihan. Jadi, kalau kami
sedang asyik becanda, mengobrol, hingga genit-genitan, lalu ada petugas
kebersihan sekolah lewat, kami tinggal bersandiwara melalui lakon “pura-pura
baca komik”. Sekarang tanpa peralihan apa-apa, orang lain bisa saja melontarkan
opini dengan nada-nada menjijikan. Aku tidak mau hal ‘terburuk’ lagi menimpa
kami berdua.
Apa daya? Dia
semakin merapatkan diri padaku. Perasaan yang ku benci mulai beraksi. Letupan
dalam dada kian kencang. Degup jantung turut pula merangsang. Aku bagai
bernafas dalam gersang ketika dia menempelkan bibirnya ke keningku. Tak hiraukan lonceng yang
mengerang.
Aku bangun terlalu pagi, bersiap untuk berangkat
sekolah juga terlalu dini. Sengaja. Sejak
aku resmi berbaikan dengannya, kemarin sepulang
sekolah dia memberikan buku jurnalnya kepadaku. Ia ingin aku menjaganya. Katanya,
“Kalau kamu mau aku menjawab semua pertanyaan
yang ada di kepalamu itu, maka kamu harus membaca lembaran paling akhir.
Mengerti?”
Jadi... aku
tidak memiliki pilihan,
bukan? Hatiku menjerit, sekaranglah saatnya
aku harus tahu! Lalu, si tinta
merah pun bercerita…
Hai! Haha, pertama-tama aku ingin tertawa
dulu ya! Biar bisa menghiburmu sebagai awal permintaan maaf sebab akhir-akhir
ini aku pasti membuatmu kesal. Harusnya aku berani berkata langsung dan ambil
resiko terburuk, tetapi kali ini aku.. terlalu takut. Aku harus pergi sekarang.
Jauh darimu. Aku mau pamit (baiklah sudah ku katakan). Aku tidak bisa
memberitahu dimana alamat baruku karena larangan dari ibu. Dia.. kena serangan
jantungnya lagi dan tampaknya tambah parah. Kamu tahu kan? Aku berjanji
pada ayahku sebelum ia meninggal akan menjaga ibuku dan aku harus memenuhinya. Dia
mendengar rumor kacangan brengsek itu, mempercayainya, lalu dia
memutuskan untuk.. menjodohkanku agar dapat berpisah darimu. Aku pergi malam
nanti. Aku yakin kamu pasti membaca ini, setelah aku pergi, hehe.
“Richard, sometimes the right path is not the
easy one, and we’re in the wrong path now. Failing is better than doing
nothing, because we have to at least try to change it. It’s time you listen to
your heart. Let’s dry our tears and face our fears! Write your own story with
the “right” person to love, okay?”
NB: Semoga lulus tahun ini dengan nilai terbaik, lalu masuk
universitas terbaik!
I’ll always pray for you.
With heart,
Nick.
Nick tidak tahu. Rich sudah menjelma menjadi manusia
bodoh. Dia berikrar untuk bertahan di jalannya yang salah. Bodoh! Rich tak
pernah sempat mengutarakan apa-apa!
Tuhan tahu. Malaikat juga tahu. Nick takkan pernah
kembali. Pesawatnya tak kunjung mendarat di negara bagian. Dia telah tiada pagi
ini. Rich takkan pernah tahu hal ini.
Kalau sudah begini, sekali lagi, pilihan tidak akan
pernah dia miliki.
TAMAT.