Senin, 13 Agustus 2018

MY L.O.V.E (PART 11) #Untold Story







Ranita Cahya Bella Ekatri (III)

“Sssh…” jari telunjuk Dimas yang lembut menyeka air mata Nita yang telah membasahi pipi. Dalam satu rengkuhan, Nita pun merasa hangat dalam dekapan Dimas. 

Inikah rasanya dicintai… Inikah yang dirasakan remaja saat sedang dimabuk asmara. Entah apa yang tengah dirasakan cewek manis itu, “Takut??” “Khawatir??” “Atau campur keduanya??” 

Kini perasaannya tidak bisa ditebak… tidak menentu…

“Elo mirip banget sama mantan gue yang udah di surga sana. Namanya Hesti. Gue sayang banget sama dia…Pokoknya mom sama pap mau kamu pacaran kalau sudah lulus dan telah menemukan jalan hidup kamu… Kakak suka kak DImas??? Waa… aku setuju banget!! Kakak emang cocok sama kak. Dimas, mmm… Diana seneng deh dengernya…Ingat kelulusan tinggal 3 bulan kurang, ingaatt…” 

Ucapan-ucapan yang tidak asing lagi terus berputar di kepala Nita. Pernyataan dari Dimas tadi, pesan yang setiap saat selalu dilontarkan oleh mom dan pap, ungkapan rasa bahagia dari adik semata wayangnya, dan peringatan dari semua guru-guru mata pelajaran di sekolahnya, semuanya bercampur-aduk menjadi satu. Rasanya cairan darah di dalam tubuh Nita telah membeku seketika sehingga urat syaraf pun semuanya menegang, sampai-sampai persendiannya pun ikut-ikutan lemas. 

Pelukan Dimas memang terasa lama, kesedihan dalam diri Nita bak ditelan bumi begitu saja. Lenyap meski berbekas. 

Namun, “Gue cinta banget sama dia… sayang sama dia… tapi dia udah pergi… Andai waktu bisa gue ulang…” Terngiang sebaris kalimat yang tak mungkin mudah untuk dilupakan, spontan membuat Nita langsung melepaskan tubuhnya dari pelukan Dimas. 

Terbayang-bayang akan adanya kehadiran Hesti di sini, pasti ia akan sakit hatinya apabila menyaksikan pemandangan seperti tadi. Mom dan pap pun pasti akan kecewa melihatnya. Jantung Nita berdegup kencang, kesadarannya langsung peka terhadap keadaan sekarang, kepalanya tiba-tiba saja berdenyut dengan ritme dan tempo yang tak beraturan. Nita terdiam sambil menggigit ujung bawah bibirnya, ia menatap Dimas dengan tatapan bingung, miris, nyaris datar tanpa ekspresi.

“Nita… elo nggak pa-pa kan?” ujar Dimas, lalu memeriksa kening Nita. Saat tangan Dimas menyentuh kening, Nita langsung menepisnya keras. 

“Gue nggak pa-pa.” jawabnya datar. 

Dimas semakin bingung, lalu kembali bertanya “Loe mau gue anter pulang?”

“Nggak, sayang tiketnya.” 

“Tapi Nit, elo…”

“Dim, UDAH! GUE BILANG GUE NGGAK APA-APA!!!” tandas Nita dengan nada sengit, ekspresi marah, kesal, dan apapun itulah secara ajaib ditunjukkan Nita kepada Dimas meskipun hati kecilnya terus menjerit “Nita… SADARR!!! NITA!!!”

“Perhatian-perhatian… Pintu teater satu telah dibuka. Harap anda yang telah memiliki karcis, dipersilahkan untuk segera memasuki ruangan teater. Sekali lagi, perhatian-perhatian… Pintu teater satu telah dibuka. Harap anda yang telah memiliki karcis, dipersilahkan untuk segera memasuki ruangan teater.” 

Terdengar suara yang menggema ke seluruh sudut aula bioskop, membuat Nita tersadar akan ucapannya tadi. Kini gadis itu hanya dapat melihat Dimas yang mematung dengan tatapan kosong tanpa arti. Air matanya terus mengalir tanpa henti, meskipun sekarang tidak begitu deras hanya sesekali jatuh ke pelupuk matanya. 

Kemudian, Dimas bangun sambil menenteng popcorn dan minuman yang sudah dibelinya barusan. Ia lalu menarik tangan Nita… Namun anehnya, cowok itu tidak terlihat marah justru sebaliknya, semakin melembut. Nita semakin heran, jalan pikirannya seakan macet, buntu, serta tidak sejalan dengan hati kecilnya kini.

Mereka berdua sampai di dalam pintu teater satu, mencari tempat duduk dengan kode H -12 dan H-13. Setelah itu, Nita dan Dimas sama-sama duduk berbarengan. Dimas di kursi dengan kode H -12, sedangkan Nita menempati kursi dengan kode H -13. 

Perasaan canggung menyelimuti keduanya, mereka berdua tak banyak berbicara, terutama Nita. Ia berusaha mengunci mulutnya rapat-rapat, berdoa kepada Tuhan ‘Semoga hari ini benar-benar cepat berakhir… Semoga ia dibangunkan dari tidur panjangnya dan segera keluar dari mimpi buruk! 

Sepi.
Sunyi. 

Hanya alunan lagu ‘bioskop’ yang mengibaskan hati keduanya. Lagu dealova, yang diciptakan oleh Opick dan dinyanyikan Once… Sama halnya dengan film yang diputar di bioskop dulu, Dealova… Lagu tersebut menggambarkan sebuah kisah yang mengiris hati… Mengingatkan mereka pada cerita itu…


* Dealova *

Aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu
Aku ingin menjadi sesuatu yang mungkin bisa kau rindu
Karena…
Langkah merapuh tanpa dirimu
Karena…
Hati t’lah letih

Aku ingin menjadi sesuatu yang s’lalu bisa kau sentuh
Aku ingin kau tahu bahwa ku selalu memujamu
Tanpamu…
Sepinya waktu merantai hati
Bayangmu…
Seakan-akan

Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang memanggil rinduku padamu
Seperti… udara yang ku hela
Kau selalu
Ada…

Hanya dirimu yang bisa membuatku tenang
Tanpa dirimu aku merasa hilang dan sepi…
Dan Sepi… 


“…”
“…”
Semuanya terdiam, serasa dunia membisu. Malam minggu yang seharusnya diisi dengan canda dan tawa, justru harus sebaliknya. 

Penuh duka dan lara. 

Percaya deh, kalau Nita dapat menvisualisasikan dirinya sekarang, pasti dia bisa-bisa langsung stress sendiri. Mata membengkak, hidung berair dan merah, rambut sudah rada awut-awutan, dan pakaiannya juga agak-agak basah disertai lengket, gara-gara ketumpahan air mata diselingi ingus. Seharusnya yang dilakukan Nita sekarang adalah cepat-cepat pergi ke toilet, mencuci muka, dan kembali memberikan segelintir make up ke wajahnya yang kusut banget supaya fresh kembali. Namun sekarang, dia merasa semua itu nggak penting! Dia nggak peduli lagi akan penampilannya meskipun sekarang ia tahu kalau ia sedang duduk di samping sang pangeran, yang walaupun dia sempat berurai air mata juga tetapi tetap cool

“Ini…” ujar Dimas di tengah-tengah keheningan yang ada, sambil menyodorkan saputangan berwarna biru dongkar dengan corak vertical putih, sederhana sih polanya, tetapi bahannya terlihat lembut dan halus.

“Ah.”

“Apa perlu gue bantu hapusin semua air mata loe itu. Emang loe nggak malu diliatin orang datitadi ya?? Atau urat malu loe ‘dah putus, udah ayo pake aja! Ini…” tambah Dimas diikuti dengan senyum yang merekah. 

Nita sempat berpikir “Apa kegalauan Dimas sudah sirna begitu saja?? Kok, cepet banget??” 

Karena Nita agak lama merespon perkataanya, maka dari itu tanpa di komandokan lagi cowok yang baik hati, tidak sombong, rajin menabung, dan… (Lho???) itu mencoba mengusapkan banjir yang telah menggenangi pipi Nita dengan saputangannya. Akan tetapi, Nita justru menangkisnya -dingin. 

“Umm… Makasih Dim, gue ada saputangan sendiri kok.”

“Itu filmnya udah mulai…”lanjut Nita diikuti senyum yang pahit.

***


Lanjut lagi di lain waktu...



*pict. source: https://www.pinterest.com/pin/844495367595927169/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MY L.O.V.E (PART 19) #Untold Story

SEBUAH PENGAKUAN (III) Diana menatap Micky, tatapan cowok itu begitu kelabu. Tidak ada sinar yang terpancar di sana. ...