Rabu, 25 Juli 2018

MY L.O.V.E (PART 8) #Untold Story






MALAM MINGGUAN (sambungan)


Di dalam mobil BMW ber- AC, Diana mengajak Ben untuk berkaraoke ria bersama untuk menyanyikan lagu favorit cewek manis tapi supeerr manja itu. Apalagi pas reff-nya suara mereka berdua makin kenceng aja di dalam mobil. Tanpa disadari Diana, sebenarnya lagu itu benar-benar sedang menggambarkan perasaan Ben yang kini sedang tidak menentu… 

Kadang Gelisah?? Atau Cemburu???

“Waaa… SERU YA BEN!!! Tapi sayaang… lagunya abis. Huu…” Komentar Diana yang singkat penuh keluguan, membuat Ben jadi berusaha menahan tawanya. Mimik wajah adiknya itu sangat??? Sangat… sangat… POLOS! 

‘TENG!’

Wajah itu yang membuat Ben merasa Diana adalah satu-satunya gadis kota berhati desa, maksudnya wajahnya dan gayanya emang metropolitan tapi pola serta tingkah laku dan kepolosannya membuat orang-orang disekitarnya akan merasa geli senidiri sambil berpikir “Nie orang asalnya dari daerah terisolir, ya??” He… he…

Cowok yang penampilannya sudah sedikit atau lumayan besar untuk bermetamorfosa itu kembali melirik Diana penuh kekaguman, dan tanpa sadar ia pun memujinya seperti air yang mengalir, 

“Di… Loe sangat cantik malam ini!”

 Dan Bzzzz!!! Kayak terserang stroke ringan Ben tiba-tiba mendadak nge-rem untung mobil depan dan mobil di belakangnya berjarak lumayan jauh.

“Sorry… Sorry, di! Gue nggak konsen, sorry!” sebaris kalimat itu pun meluncur langsung dari bibir Ben yang tipis dan merah alami. 

“Sorry si sorry, Ben, tapi kepalaku kan sakit.” Ocehan balik dari Diana yang tadi kepentok kaca mobil samping, justru membuat Ben jadi sedikit terpingkal lagi. Habisnya ‘adek bontot’ geng Nero ini, ngelus-ngelus kepala sambil memanyunkan bibirnya sejauh 3 centi (Week… Lebay deh!) Tapi emang begitu realitanya.

 “Ya, di! Kalo loe gitu, gue jadi ilfil nih. Masak ganteng-ganteng gini harus numpangin kemabarannya Omas!” Ben berceloteh tanpa ampun. 

Eh… Diana langsung menaikkan alisnya 2 centi seraya berkacak pinggang “WHAT’S?!! OH-EM-GY! (Oh My God!) Kalo aku mirip Omas berarti kamu Mastur!!! Jadi kita bisa ngelenong sama-sama.”ucap Diana demikian sambil menggelitik pinggang sahabatnya (UPS! Bukan deng! Tapi abang ke duanya).

 Ben yang kegelian langsung memohon ampun kepada sang putri yang mulai mengganas, tapi dia juga nggak mau kalah dan akhirnya Ben pun membalasnya. Mereka berdua jadi perang kelitik-kelitikan deh?! (Waduh… perang apaan tuh? Perang dingin apa panas?? Yang pasti kayaknya perang dingin! Wong, mereka ada di dalam Mobil ber-AC).

“Ha…ha…ha… Udah BEN ! Cukup!! Ha…ha… Udah, ah!!! GELI tau!!” rengek Diana saking kegeliannya di mobil dia jadi histeris dan meronta-ronta 

“Udaaahh Ben! Aku NGAKU KALAH deh.”ucapnya berulang kali. 

“Yeess! Gue menang!! Emang gue tak terkalahkan.”timpal cowok blasteran itu dengan wajah penuh kemenangan.

Gelak tawa terus mengalir di antara mereka, sayup-sayup malam minggu yang sangat menyenangkan bagi mereka berdua! Yupz, heve fun dikit lah… itung-itung nyegerin diri dari stress berkecamuk yang mungkin bakal mereka alami nanti saat menghadapi Ujian Kenaikan Kelas! Kalo-kalo sampai salah langkah, inga-inga!!! Penyesalan selalu datang terakhir, so… Mari kita CE-GAH! Sebelum terlambat… (lho kok?! Jadi iklan??)

“TIIINN!!! TIINNN!!!” suara klakson mobil Honda jazz merah tua yang menyilaukan mata menggema sangat keras sehingga membangunkan Ben dan Diana dari perang GAJEBO mereka. 

“Iiih, ada apaan sih? Berisik!” dumal Ben dalam hati, karena menurutnya suara asing tersebut telah mengganggu suasana yang sedang menyejukkan hatinya. 

Kemudian, Ben dan Diana sama-sama menoleh ke belakang dan… ASTAGA! Jalanan jadi MACET mendadak! Di mulai dari mobil BMW hitam berplat nomor B 8369 BM  sampai ke belakang… ke belakang… dan ke belakangnya lagi. 

“Ben, cepetan jalanin mobilnya!”pinta Diana jadi sedikit ketakutan. 

Lalu, “Waaaa…” teriak Diana ketika Ben mulai menjalankan mobil BMW nya secepat kilat karena jalanan di depan sudah terlampau lengang. Melihat Ben yang rada kalap dan mendadak jadi pemabalap F1 dunia Michael Sumacker, Diana jadi was-was sendiri sambil komat-kamit -berdoa, dan juga tidak lupa memegangi safety beltnya erat-erat. Saat lampu merah tepat menghadang langsung saja Ben mengerem mobil hitam mengkilap itu sampai-sampai terdengar suara berdecit.

“Fiuuhhh… Untung aja jantungku nggak copot!” dengus Diana sambil melirik kesal terhadap abangnya yang seperti orang kesurupan nggak keru-keruan. 

“Yaaah, kalo copot kan bisa dipasang lagi! Mau gue pasangin sekarang??” Mendengar banyolan Ben yang garing abis, Diana langsung mencubit gemas lengan abangnya yang terlihat kekar alias berotot sambil menyimpulkan seulas senyum. 

Ben kembali dibuat terpana oleh seorang Diana, bukan hanya dari kepolosannya saja ia suka terhadap gadis ini tetapi juga senyumnya… Bagi Ben, senyum Diana adalah senyum seorang malaikat. Bukannya mau mendramatisir keadaan, tetapi itulah kenyataanya! Bibir tipis Diana yang mungil membuat wajahnya seperti anak-anak berusia 10 tahun yang belum begitu banyak dosa, apalagi kalau mendengar suara tawanya yang menurut Ben sangatlah khas.  

“Ben!! Ben!! BEENNN!!!” sahut Diana pake toa speaker tiga -volume 25. 

Kontan saja Ben langsung menutup kupingnya yang mulai rada-rada pengang, kan gawat kalau nanti kupingnya Ben jadi kayak kuping panci. 

“Aduuhh, di! Loe bisa sih nggak teriak-teriak?? Emangnya kita ini lagi demo di gedung DPR apa???”

 Wajah Diana langsung dilipet jadi dua dan dengan belaga sok marah dia pun lagsung menyahut singkat “IYA!!!”, lalu memalingkan wajahnya ke arah yang bertolak belakang dari wajah Ben. 

“Hemm, gitu aja marah. Nanti cepet keriput lho! Lagian itu kan masih lampu merah, jadi loe tenang aja…” 

Meskipun Ben sudah mengeluarkan jurus-jurus rayuan ampuhnya untuk menenangkan Diana, tetapi tetap saja ekspresi gadis polos itu tidak berubah, bahkan wajahnya makin dilipet jadi tiga. Karena sudah berulangkali dibujuk tidak mau nurut juga, ya… terpaksa Ben mengeluarkan cara terakhirnya yang dia yakini adalah jurus terampuh yang nggak akan bisa untuk Diana berkelit. ‘Mengelitik pinggangnya!’ ide brilian yang terakhir ini pada akhirnya mau tidak mau membuat Diana tertawa terbahak-bahak menahan geli, hmmm perang dingin lagi nih!

“Udah…ud..udah Ben!! CUKUP! Haa..ha… ha…”ringisnya. 

Kemudian Ben pun menghentikan sikap anarkisnya yang bisa dibilang kekanak-kanakan itu. Waduuuhh! Mereka berdua kayaknya kena syndrome MKKB. Tahu nggak MKKB itu apa??? MKKB adalah singkatan dari ‘Masa Kecil Kuuurraangg BAHAGIA, Hhe… he…

 Selesai tertawa, suasana menjadi sunyi kembali. Baik Ben maupun Diana belum ada satupun yang angkat bicara duluan, sedangkan lampu merah masih saja tetap menyala. Keadaan seperti inilah yang sangat Ben tidak sukai, dia jadi merasa salting, malu, sekaligus deg…deg…an, entah apa artinya?? Dia sendiri masih menganggap itu sebuah tanda tanya yang sangat BESAR. 

Jantung Ben makin berdetak tidak keruan temponya, tangannya semakin gemetar, ia sudah tidak sabar lagi untuk menunggu lampu hijau agar segera menyala. AC di dalam mobil pun makin dingin membekukan bibir Ben hingga tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun, rasanya seperti berada di gunung ‘Mount Everst’ yang dinginnya luar biasa sampai-sampai membuat hati ikut menggigil.

Pandangan Ben berusaha tetap lurus ke arah depan sambil menanti lampu merah agar segera berganti. Sementara Diana sepertinya sibuk meniupkan ke dua tangannya, lalu menggosok-gosokannya agar terasa hangat. Karena tidak tahan melihat tingkah adiknya, akhirnya Ben pun menoleh dan bertanya “Di, elo kenapa?? Masuk angin ya?? Apa perlu gue matiin AC mobilnya?”

Pertanyaan Ben hanya dibalas dengan gelengan pelan dari Diana, yang tandanya adalah ‘TIDAK’. Tetapi, Ben malah berlaku sebaliknya, ia kemudian mematikan AC mobil dan membuka sedikit kaca jendelanya. 

“Lho, kok?! Di matiin?? Cepetan tutup jendelanya!!”kalimat dengan pekikan keras yang dilontarkan Diana sungguh membuat Ben langsung terkejut dan dengan reflek ia pun langsung menutup jendela mobil, lalu menyalakan AC mobilnya kembali. 

“Malam ini elo lagi eror ya?? Sedikit-sedikit teriak, sedikit-sedikit elo ketawa sendiri… cekikikan sendiri, apa jangan-jangan elo…” 

“HUSH!! Kok kamu mikirnya gitu??? Iiih… aku ini masih WARAS tau! Lagian udah tahu jalanan di lampu merah banyak bahayanya, masih aja buka-buka jendela. Entar kalo kita berdua ditodong si kapak merah gimana?? Aku kan masih mau lihat masa depan. Lagipula apa kamu udah ngerasa kaya banget atau bahkan udah bosen hidup?!”

 Mendengar opini-opini Diana yang langsung nyambung-nyambung ke berita kriminalitas membuat Ben hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, “Ngaco! Loe.”Sambil menjulurkan lidahnya, “Week!”

Diana pun membalasnya “Yee… Siapa yang Ngaco??!! Ini SE-RI-US.”

“Oooh, emangnya loe tadi bilang mau lihat apa?? Lihat… masa depan?” tanya Ben ketika suasana mulai agak kondusif.

“IYA!” jawab Diana pasti tanpa suatu keraguan. Tetapi bukan itu maksud pertanyaan Ben, dia pun jadi kelimpungan sendiri sambil garuk-garuk kepalanya. 

“Kenapa Ben?? Kamu… belom keramas ya?”di sela-sela keseriusan, justru sekarang malah Diana cekikikan sendiri. 

Alis mata Ben langsung naik dua centi, “Enak aja! Gue ini kan cinta kebersihan, enggak kayak yang namanya DIANA yang kadang-kadang joroknya minta ampun!” 

Kemudian Diana membalas kata-kata Ben sambil melotot ke arah cowok yang dianggapnya sebagai lawan perangnya untuk beradu ‘bacot’ kini, “Heh?! Denger ya abang ku yang paling aneh, kalo mau terus terang ya… terus terang aja! Jangan bawa-bawa nama orang lain.” 

“Ouwh… Diana ntu nama orang ya??! Gue baru tahu tuh! Gue fikir spesies yang baru ditemukan, ya… sejenis nama kodomo… Eh! Komodo deng.”

Mendengar namanya sudah dicemari, Diana pun dengan tega mencubit keras tangan abangnya itu. Tidak hanya yang kiri saja, tapi yang kanan ikut sekalian, kan nanggung!

“Makanya jangan macam-macam dengan ku, Wonder woman dilawan!” ujarnya setelah melakukan pembalasan bertubi-tubi terhadap Ben layaknya seorang narapidana yang sedang mendapat hukuman plus-plus. 

“Iya-iya deh, tuan putri Diana paling WOOKKEEE!!!!” sahut Ben yang akhirnya tunduk juga sambil mengacungkan jempol setengah terpaksa, dan bibir tipis Diana pun mengembang penuh arti diikuti senyum kemenangan. Ingat! 

“Kegagalan itu adalah awal dari keberhasilan dan ternyata itu TERBUKTI 100%.”  

Lampu hijau yang sedari tadi ditunggu akhirnya nyala juga, dengan santai Ben pun kemudian mulai menjalankan mobilnya kembali. Sebenarnya di dalam lubuk hati yang paling dalam Ben ingin menanyakan sesuatu yang tadi belum sempat dijawab oleh Diana. Lalu, setelah beberapa menit berpikir, dengan sedikit keberanian yang ada Ben pun kembali bertanya 

“Di, elo emang pingin banget ya lihat masa depan loe?? Apa sih yang elo hareppin, kalo… gue boleh tau.” 

Tanpa canggung lagi, gadis polos itupun membeberkan semua impiannya. Diana berharap suatu saat nanti ia akan sukses dalam berkarir, menjadi pianis sekaligus vocalis, serta aktris yang handal dan tidak ketinggalan pula dengan pendidikannya, ia ingin sekali kuliah di Universitas Indonesia jurusan Kedokteran atau mungkin kalau pap ada biaya besar dan sanggup, Diana ingiinnn sekali bisa kuliah di Harvard tapi bukan bagian dokternya.

 Yang terakhir adalah Diana ingin sekali punya suami yang setia dan dapat menerima segala sesuatu yang ada dengan selalu bersyukur, suami yang dapat menjadi pemimpin keluarga yang baik, suami yang bukan perokok (karena salah satu motto Diana adalah “Stop Global Warming! Don’t smoking here!!!), serta memiliki anak-anak yang banyak… yang lucu-lucu (Sumpah deh?! Harapan yang satu ini membuat Ben jadi nyengir kuda, sementara Diana alih-alih malu saat menceritakannya). 

Akhirnya, satu hal yang membuat Ben jadi sedikit lebih lega, ya… setidaknya sekarang dia sudah tahu impian sang adik yang palinnggg diaa sayaangg dan semampu mungkin akan membantu Diana untuk menggapainya meskipun nanti, mungkin harus ada suatu pengorbanan. 

“Saat kita berbicara memang mudah tetapi belum tentu semuanya dapat terwujudkan begitu saja, karena semua itu memang tak semudah membalikkan telapak tangan.”

“Gue doain deh! Semoga Tuhan ngabulin doa adik gue yang tulus ini.”

“Maakkaasiihhh kakak BEN!!!” sahut Diana dengan wajah yang berseri-seri, itu tandanya ia sangat gembira, dan sambil berulang-ulang kali ia mengucapkan kata “Aminnn…” supaya doa abangnya dapat didengar oleh Yang Maha Kuasa. 

Jalanan di Jakarta malam minggu kali ini tidak seramai biasanya, mungkin pada lagi krisis kanker alias kantong kering, ya… wajarlah wong BBM nya makin tahun ke tahun depannya lagi melonjak terus. Kalo boleh, sebenarnya ada lagu anak-anak yang bisa diaransemen ulang liriknya yaitu lagu “Naik-naik ke puncak gunung”, pas banget sama kondisi kita-kita! Coba aja nyanyiin :

Naik… naik BBM naik…
Tinggi… tinggi sekali…
Kiri… kanan… kulihat banyak…
Banyak orang sengsara…

Akhirnya setelah perjalanan satu jam yang melelahkan sekaligus menyenangkan, mereka berdua sampai juga di depan gedung Mall ‘Atrium’ , siapa sih yang nggak kenal sama pusat perbelanjaan di Jakarta yang satu ini?? 

“Loe, turun duluan aja. Gue mau parkir mobil dulu, entar gue nyusul!” 

“Nggak, ah.”

“Kenapa??? Ooo… loe nggak mau pisah dari gue, ya?? He…he…” canda Ben usil.

“WOOoo…. PEDE.” 

Perkataan Diana yang sangat simpel, tetapi nyinggung abeezzz membuat Ben tanpa basa and the basi lagi ngeluncur ke parkiran, karena… jujur aja deh! Mereka berdua itu sebenarnya udah telat banget!!! Sudah sampe 20 menit terlewati. Bahkan tadi selama di perjalanan, handphone Diana maupun Ben terus berdering tanda SMS masuk, semuanya dari Vaness, Ucha, Chika, dan Joy. Isinya hampir mirip-mirip semua, palingan sama sobat geng Nero cuma di ‘send copy’. 

Isinya itu yaaaa nggak jauh-jauh  dari kalimat “Wooiii!! Lamaa BANGET Siee!!! Lagi di Mana???” gitu teruss sampe diulang berkali-kali, terus jeda waktu mereka ngirim SMS palingan cuma beda 5 menit. Bikin pusing-pusing-pusing-pusing-pusing Aahh…

***

@ KFC (Kalifornia Fried Chicken)

“Haaiiii, Vanesss!!! Ucha!! Chika!! Joy!!!” teriak Diana lantang sambil melambaikan tangan ke arah empat orang terdekatnya yang sekarang sedang menganga plus menatap sesosok gadis mungil nan imut tapi… BUYYSSEETT DAH!! Bisa bikin kuping orang-orang pada budek semua. 

Pengunjung yang lain pun banyak yang memberikan respon, baik yang positif maupun negative. Yang kasih a good statement paling-paling, cuma ngelirik atau acuhkan saja (They don’t care), cekikikan karena geli, tersenyum sambil geleng-geleng kepala, dan bengong sampai terheran-heran “Orang rada-rada >_<  kok malah nyasar ke Mall sih??!!”.  

Sementara yang memberikan respon negative, yaaahh… paling banter cuma mencibir dengan menggunakan kata seperti “N-O-R-A-K” atau “KAMPUNGAN”, melirik dengan tatapan sinis, senyum tapi mukanya aseemm, bahkan ada juga sebenarnya yang karena sampai merasa terganggu,  ‘dia’ mengumpat lebih tajam, tetapi itu cukup di simpan di dalam hati saja tidak perlu dikorek-korek lebih lanjut.

Belum sempat Ben mengatakan sesuatu, adek yang satu ini udah ngeloyor duluan, meluk Chika,Vaness, Ucha, dan Joy, cipika-cipikian sampai-sampai abang yang sekaligus merangkap menjadi supir pribadinya terlupakan begitu saja alias nggak dianggep. 

“Elo lagi seneng banget ya hari ini?? Suara loe itu tuh… menggemparkan seluruh Jakarta dan sekitarnya, di.” Ucapan Joy yang diselingi joke rada hambar-hambar dikit membuka suasana malam minggu kali ini terasa lebih mengena. 

“Ah, hiperbolnya mulai deh.”sahut Chika memberi tanggapan diikuti anggukan dari mama Vaness.  

“Ha…ha…ha… Joy kamu bisa aja! IYA!!! Aku lagi geeemmbiraaa banget, aku seneng bisa jalan sama kalian, apalagi mungkin ini yang terakhir kali aku bisa kayak gini. Karena setelah ini aku bakal fokusin belajar. So, hari ini aku traktir kaliaannn semua NONTON!! Yeaaahhh.” Kata-kata yang mengalir dari seorang anak yang girangnya bukan main, membuat yang lain pun ikut terbawa suasana dalam kegembiraan juga. 

“Haloo semuanyaa, sorry ya tadi kita telat. Kalian udah pada nunggu lama, ya?” Suara asing yang datang tiba-tiba, kemudian mengalihkan perhatian dan  menggantikan topik menjadi berbeda. 

“Ben… Waaahh!!! Loe ganteng banget malam ini.” puji Chika berkali-kali sehingga berhasil membuat wajah Ben jadi merah keungu-unguan. 

“Iya, loe pulang dari sini mau kencan sama cewek ya??” Joy menambahkan dengan senyum jailnya. 

“Enggak!! Enak aja loe!” bantah Ben langsung, lalu menjitak kepala sahabatnya itu. 

“HEY!! Guyzz, ayo makan! Gua udah LAAPEERRRRRRRRRR banget.”ucap Ucha dengan wajah memelas dan memegangi perutnya yang daritadi sepertinya… bukan-bukan! Tapi pasti udah keroncongan. 

Lalu mereka berenam pun memesan makanan. Diana ditemani dengan Ucha langsung secepat kilat memboyong banyak ayam plus nasi plus minuman soda, es jeruk, dan air putih dingin. 

“Ini pesanannya tuan-tuan dan nyonya-nyonya.” Ucapan dan lagak Diana yang mirip banget waitress restoran maupun café-café, membuat Ucha jadi ikut-ikutan kayak waitress tapi dengan gerak-gerakkannya bencis! Mmm… cocok tuh jadi pelayan warteg. 

Mereka mengobrol sahut-sahutan, bahan obrolannya mah paling-paling nggak jauh-jauh dari sekolah, ujian, dan gossip tentunya (Wong ada wartawan gossip di situ! Siapa lagi kalo bukan Chika imut).


“Sobat-sobat please gives me time to speak. He-ehm, now I want to give you all schedule about planner before we start to face the examination…”pidato Diana yang seperti diplomat langsung menyita perhatian yang lain. 

Lalu, gadis manis itu mengeluarkan selembar kertas yang ukurannya A3 berwarna pink dengan spidol warna pelangi, di dalamnya terdapat goresan garis dan kolom. Dan tulisan paling atas, yang hurufnya segede jagung bertuliskan kalimat ‘JADWAL GENG NERO BELAJAR!!! ‘TUK HADAPI UJIAN KK (Kenaikan Kelas)’. “Tolong dilihat dan dipahami terlebih dahulu.”perintah Diana sambil melebarkan kertasnya yang BBB ‘Benar Benar Besar’.


***

BERSAMBUNG....




*Pict. source: https://www.walldevil.com/couple-having-coffee-wallpaper-409983/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MY L.O.V.E (PART 19) #Untold Story

SEBUAH PENGAKUAN (III) Diana menatap Micky, tatapan cowok itu begitu kelabu. Tidak ada sinar yang terpancar di sana. ...