Kamis, 05 Juli 2018

MY L.O.V.E (PART 5) #Untold Story





Perasaan Sebatas ‘Sahabat’

“Siaaalll!!! Gue dapet nilai ‘C’ kuis biology kemarin sama si Elly itu!!!” geram Chika menyesali nilainya yang sangat… sangatlah ancurr!!

 Sebenarnya nasibnya juga nggak jauh beda sama yang lain, contohnya nih, ya… Si Vaness dapet nilai B, Ucha malah dapet F (yang berarti nilai paling jelek dan seharusnya kena remidi), begitu juga Joy yang dapet nilai E, sedangkan Diana sendiri dapet nilai tertinggi di kelas yang artinya dia dapet nilai A, sempet lho Diana diprotes sama Fikri habis-habisan (gara-gara si kepala suku cuma dapet nilai B plus). Tapi bukannya dapet tambahan nilai, si fikri justru disuruh berdiri di depan kelas dengan mengangkat satu kakinya sambil memegangi kedua telinganya yang membuat anank-anak sekelas jadi menertawakannya.

“Hush… Jangan ngomong gitu!” ujar Vaness mengingatkan.
“Tau, nih chik! Loe mustinya bersyukur loe dapet segitu!! Lha gue dapet nilai ‘E’ masih tenang-tenang aja!” bela Joy merasa tersindir.
“Tapi kan…”
“Eh, udah-udah Chika-Joy! Kok malah berantem!” sahut Ucha menengahi.
“Emm… Ada yang lihat Ben gak??” tiba-tiba Diana menanyakan suatu hal yang membuat arah topik pembicaraan mereka jadi berubah.
“Gue nggak tahu, dek! Emangnya ada apa?” kali ini giliran Vaness memberikan pertanyaan yang sifatnya menyelidik.
“O, ya!! Ngomong-ngomong si Ben kesambet apa sih tadi?? Kok dia jadi kelihatan murung gitu, di?? Elo pasti tahu alasannya kan, di?” sela Chika dengan nada yang kurang enak didengar, pas  banget di telinganya Diana.
“Wee… Mungkin aja dia dapet nilai jelek, tadi!” Ucha berusaha membela, habisnya kalau Chika udah rada nyindir gitu pasti belakang-belakangnya bakal pecah perang. Duuhh nggak lucu banget si lugu Diana versus si centil Chika.
“Oya…?? Gue kok nggak tau, sih! Emang si Ben ngasih tahu ke elo… kok gue nggak dikasih tau!!” omel Chika pada Ucha, tetapi Ucha hanya menganggapnya angin lalu alias sabodo teuing!
“Gue tau! Tadi terakhir gue liat Ben di belakang taman sekolah, di…”
“Makasih Joy!”ucap Diana lega, karena akhirnya salah satu dari sobat geng Neronya tahu dimana keberadaan Ben.
“Gue ikut ya, Diana!!!” pinta Chika dengan wajah yang berseri-seri.
“Loe mending temenin gue! Soalnya gue mau ke pak Maher -guru BP baru itu…” sela Vaness.
“Pak Maher yang GANTEENGG!!! Ya udah Diana… Gue ikut Vaness aja deh! Yuk… cepetan Ness!” sahut Chika, semangatnya jadi berlipat ganda begitu membuat lengan baju seragam Vaness jadi korban gara-gara ditarik-tarik Chika yang nggak sabaran. Sedangkan Joy dan Ucha geleng-geleng kepala ngelihat tingkah si mungil yang rada ganass begitu ketika mendengar yang ganteng-ganteng! 

Vaness, Ucha, dan Joy udah bisa mencium sesuatu yang nggak seperti biasanya (nggak beres) dari kedua temannya itu ‘Diana dan Ben’, jadi mereka berusaha mencegah Chika supaya Diana dan Ben bisa meluruskan masalah mereka berdua. 

***

“Ben…” sapa Diana sehalus mungkin ketika melihatnya sedang duduk di kursi taman belakang sekolah (yang tempatnya memang sepi, jarang dilewati para murid), tetapi sapaan Diana tetap membuat Ben sedikit terkejut.
“Di… Diana!” 
“Aku boleh duduk ? di… sebelah kamu?” tanya Diana yang spontan membuat  Ben ada rasa sedikit ‘nervest’.
“Tentu aja, di…”

Mereka berdua jadi saling berpandang-pandangan, tanpa mengucap satu patah kata pun. Diana dan Ben masih terdiam dan membisu, entah kenapa akhir-akhir ini saat Ben dekat dengan Diana hatinya jadi agak sedikit gugup dan dia merasa salting sendiri, padahal Ben kan udah kenal serta sahabatan lama sama Diana. Cewek lugu itu bukan orang yang asing lagi di matanya.

“Ben…” ucap Diana sambil menghirup nafas dalam-dalam dan mulai membuka topik pembicaraan. 
“Aku minta maaf ya…” tambahnya lagi, kali ini sambil menyodorkan tangannya yang putih dan sehalus kapas (karena setiap hari selalu memakai lotion agar kulitnya terhindar dari sengatan matahari).

Ben masih terbengong-bengong tanpa merespon uluran tangan Diana. Kemudian Diana kembali memanjangkan kata-kata permohonan maafnya…

“Aku tahu aku salah! Aku yang ajak kamu nonton pertandingan basket, tapi… malah aku yang nggak dateng, maaf ya… Kamu tahu nggak? Aku tuh takut banget kehilangan kamu… soalnya…”

Ben menjadi tambah gugup dan nervest setengah mati ketika Diana mulai memotong kalimatnya itu dengan nada yang mulai serius. “Soalnya… aku… sayaangg bangeett sama kamu!!!” Diana kembali meneruskannya dengan artikulasi yang lebih menekan sehingga membuat Ben mendengarnya begitu jelas.

“Loe… loe… sayang sssaammaa gu..gu..gue?” tanya Ben nggak percaya.
“IYA!!! Aku sayaangg banget!! Kamu kakak ku yang paling PERFECT!!! Kamu mau kan maafin aku??”

Oke! Sekarang jawaban Diana yang begitu polos, membuat Ben mendadak kembali seperti semula tanpa menginginkan angan-angan yang begitu jauh. 
“PERSAHABATAN…” pikirnya, memang itu yang seharusnya disadari Ben sejak tadi tetapi dia malah memikirkan harapan yang begitu tinggi. Diana melihat bola mata Ben kembali surut, padahal warna-warni dimata Ben sempat muncul tadi.

“Ben… kamu nggak pa-pa kan??” tanya Diana spontan ketika melihat raut wajah Ben yang mendadak lemas.
“Ng…nggaak! Nggak pa-pa kok! Gue… Cuma… Cuma…”
“Cuma apa???” tanya Diana lagi.
“Cuma… mau bilang kalau… Gue juga nganggep loe sebagai adek gue yang paaallliiing gue sayanng!!! Dan gue pasti mau maafin loe!”
“Yang Bener Ben??”
“Iya…” jawab Ben memantapkan ucapannya.
“Makasih ya… Ben!! Emm… Kakak BEN!!! Sekarang kita akan selalu menjadi teman, kan??” ujar gadis manis itu sambil mengacungkan jari kelingkingnya sebagai tanda persahabatannya dengan Ben yang akan selalu abadi dan bertahan untuk selamaanyaaa. 
“Mmm… Iya adikku!!!” jawab Ben sambil menyahut jari kelingkingnya   ke kelingking Diana, sehingga kelingking mereka berdua menyambung menjadi satu ikatan. Meskipun hati kecil cowok itu sangatlah ragu-ragu, ya… PERSAHABATAN ABADI…
“Terima kasih Tuhann!!! Ternyata bener ya kata Micky… Kalau kamu bakalan maafin aku!”
“Micky?? Siapa Micky??” tanya Ben yang membuatnya menjadi terasa terganggu.
“O, iya! Aku belum cerita!!! Ya udah… Sekarang aku certain yah!”

Akhirnya semua tentang Micky terungkap sudah dari mulut Diana sendiri dan terdengar sangaatt jelas di telinga Ben. Raut wajahnya yang tadinya mulai bersinar, kini sedikit meredup. Hatinya menjadi panas, namun dia nggak mungkin dan nggak akan mau menunjukkan wajah kekesalannya lagi pada Diana, dia nggak mau tali persahabatannya menjadi putus lagi gara-gara hatinya yang tak menentu sekarang.

“Tapi hubungan loe sama dia masih sebatas teman, kan?” pertanyaan Ben membuat Diana sedikit bingung tetapi dengan gaya polosnya, dia menjawab “Ya iyalah Ben! Aku kan baru kenal, tapi… nggak tahu kenapa aku kalau deket sama dia ngerasa comfort aja!! Menurut kamu aku kenapa, Ben??”

Hati Ben terhenyak, dia nggak tahu harus jawab apa?? Sebab dirinya sendiri saja masih dipusingkan dengan perasaan yang akhir-akhir ini terbilang sering berubah dengan alasan yang sama sekali nggak dia mengerti. 

“Gue nggak tahu juga, di…” hanya sepotong kalimat itu yang keluar dari bibir merah Ben.
 Kemudian dia tak sengaja melihat tangan Diana yang diperban gitu… “Di! Tangan loe kenapa??? Kok, di balut kain putih kayak gini??” tanyanya sangat cemas.
“Mmm… Kemarin aku… aku nggak sengaja mecahin gelas, pas aku lagi mungutin pecahan gelas itu, aku ketusuk beling dan berdarah, deh!!! Tapi aku udah nggak pa-pa, kok! Kamu tenang aja…”
“Oohh…” hanya itu respon dari Ben, sebenarnya dia agak vakum juga karena secara tidak langsung kemarin dia juga habis mecahin fotonya berdua dengan Diana. 

Apa berarti suatu saat nanti dia akan kehilangan Diana?? Tapi fikiran buruk Ben itu, langsung dibuangnya jauh-jauh… Jangan sampai itu terjadi!!!

“Ben! Aku kan udah berbuat kesalahan sama kamu. Aku pengen ganti kesalahan itu! Gimana kalau kamu minta sesuatu dari aku??”
“Minta sesuatu dari loe??”
“Iya! Apa aja deh!!”
“Mmm… loe mau nggak besok malem… kita nonton bioskop?” tanya Ben dengan tangan rada gemetaran, karena dia takut kalau permintaannya itu terlalu berlebihan untuknya.
“Mau!!! Nanti kita ajak Ucha, Vaness, Chika, dan Joy!!! Pasti mereka senang!!!”

“Sebenarnya gue mau… kalo kita berdua aja, gimana… elo mau?” batin Ben dalam hati. Sejujurnya dia ingin sekali menanyankan pertanyaan tersebut pada Diana, tetapi ketakutan dalam dirinya telah membuatnya urung untuk mengeluarkan kata-kata seperti itu.

“Baiklah! Boleh juga! Kan, lebih banyak lebih rame!!!” timpal Ben, 100% aseli  bohongnya.
“Iya!!! Lebih asyiikkk!!!” tambah Diana ceria.

Tanpa disadari mereka berdua, sebenarnya ada seseorang yang tengah menguping pembicaraan mereka dan akan membuat suatu rencana rahasia (a secrect mission).

***

Begitu pulang sekolah, Diana langsung mengambil handphone mini blacknya dan langsung memencet nomor telpon yang sudah dihafalnya.

“Halo Mike!!! Kamu ada dimana??” sapa Diana dengan nada sangaat gembira.
“Baru sampe rumah! Ada apa princess Diana??”
“Jangan manggil aku begitu, ah!! Aku kan jadi GR sendiri… Mike! Aku seneng bangeettt hari ini karena Ben udah maafin aku…. Aku jadi benar-benar legaa…!”
“Syukur deh kalau begitu!!! Kamu kan emang nggak pantes buat dibenci.” Ucapan Micky membuat pipi Diana menjadi merah merona.
“Mike! Kamu besok ada acara nggak??”
“Nggak ada, sih!! Emangnya kenapa?”
“YES!!! Kalau gitu kamu ikut malam mingguan aja sama aku dan temen-temen ku… Soalnya besok malam kita semua mau pada nonton gitu deh!!! Kamu mau ya… ya?? Ya??” tanya Diana penuh harap.
“Sori, di… nggak bisa.” Jawab Micky dengan nada setengah terpaksa.
“Tapi… Kenapa?? Kamu bilang besok nggak ada acara apa-apa! Padahal aku pengen banget ngenalin kamu secara langsung ke Ben dan sobat-sobat geng Nero lainnya…”
“Aku Cuma takut ngerusak acara kamu aja! Tapi… bukan karena itu juga sih, aku… aku… belum siap kenalan sama teman-teman kamu.”

Alasan Micky benar-benar membuat Diana jadi pusing tujuh keliling dengan sejuta heran plus tanda tanya yang besar, “Kenapa Micky harus takut untuk berkenalan sama sobat geng Nero?? Padahal mereka kan nggak ngegigit! Udah pada jinak kali…” batin gadis itu dalam hati. “Atau jangan-jangan Micky punya sesuatu rahasia yang sangat mendalam berkaitan dengan sahabat-sahabatnya?? Duuh… aku kok jadi penasaran gini, sih!!!”

“Di… kamu masih di situ, kan??? Halooo!!! Kok diem aja, kamu… marah ya sama aku??” guman Micky yang berhasil membuat Diana keluar dari lamunan-lamunannya itu.
“Masih Mike! Masih!! Aku… aku nggak marah, kok! Sueerrr! Ya udah… nggak pa-pa! Itu semua kan terserah kamu… tapi!!! Kalau kapan-kapan aku ajak lagi, kamu harus mau dan harusss siap!!! Oche??!”
“Oche deh!! My Princess Diana… hehehe Siap Bos!” jawab Micky sekaligus pujiannya lagi… lagi… dan lagi… Kayaknya sebentar lagi Diana bakalan terbang sampai ke langit ke tujuh, nih! *lebai*
“Udah ku bilang jangan manggil aku kayak gitu… Sumpah!! Aku malu bangeett…”
“Malu sama siapa?? Aku seneng kok manggil kamu begitu! Anggap aja itu panggilan khusus aku buat kamu…” ujar Micky sekaaaliii lagiii, membuat hati Diana kini makin berbunga-bunga.
“Ya… Makasih, deh!! Mmm… Have a nice day, ya Mike!!”
“Sama-sama… Kamu juga, ya!! Have a nice day, too… Bye!”
“Bye…” 

Akhirnya percakapan di telpon telah usai, tetapi pujian-pujian Micky masih terus terngiang di telinga gadis lugu itu. Meskipun banyak banget ‘A big questions’ terhadap Micky, namun dia yakin banget kalau suatu saat nanti Micky bakalan membuka semua identitasnya (Siapa sebenarnya yang benar-benar dia itu ‘Micky’ ??!! Dan masa lalu seperti apa yang membuatnya menjadi takut untuk memiliki seorang sahabaatt???)

***
“Pap Boleh ya???” rengek Diana malamnya.

Setelah pap pulang, gadis itu terus memohon dengan wajah memelas untuk meminta suatu tanda izin agar dia diperbolehkan nonton bioskop besok malam.

“Kenapa harus malam sih??” tanya mom.
 “Ya… emang kenapa sih pap-mom! Aku kan mau malam mingguan dan aku juga udah gede, udah bisa jaga diri!! Plizzz sekali ini ya??? Aku bareng temen kok! Ada Ben, Vaness, Chika, Ucha, dan Joy, mom sama pap kan udah kenal mereka semua… So plizzz pap!! Ya???” rengekan Diana makin menjadi-jadi.

Pap sama mom saling berpandangan tanpa berbicara satu kata patah pun, mungkin keterikatan suami-istri bisa berhubungan dengan kontak batin satu sama lain. Diana sendiri makin deg-degan dengan keputusan yang nanti akan keluar dari mulut kedua ortunya itu.

“Pap… Mom… Izinin Diana besok ya?? Nita yakin Diana bisa jaga diri, kok!” tiba-tiba kak Nita masuk ke dalam pembicaraan mom, pap, dan Diana. 

Kak Nita ikut membantu Diana untuk meluluhkan hati kedua orang tua mereka supaya Diana diizinkan, dan Diana pun senang sekali karena ada yang memihak kepadanya.

“Baiklah… Papa izinkan kamu supaya bisa nonton bioskop bareng teman-temanmu itu, tapi…” 
“Tapi apa, pap??” tanya Diana dengan semangat menggebu-gebu karena hati papanya telah mencair juga.
“Kakakmu Nita juga harus ikut! Dan kamu papa kasih jatah jalan-jalannya hanya sampai jam 11 malam, lebih dari itu papa akan kasih kamu hukuman. Gimana?”

“Kak. Nita juga harus ikut?? Kenapa sih pap sama mom nggak pernah percaya aku udah bisa mandiri dan ngurus diri sendiri??” batin Diana mulai agak kesal dengan persyaratan papanya yang kayaknya agak keterlaluan.
“Gimana… mau nggak?? Mumpung papa kamu itu lagi baik hati??” ujar mom menambahkan. 

“Yang benar aja!!! Syarat kayak gitu dibilang baik hati!!! HUH!!” guman Diana dalam hati makin gondok. 

“Ya… udah pap! Nanti Nita bakalan ikut dan jagain adik Nita yaanggg paliingg Nita saayyaaanggg…” sela kak Nita tiba-tiba, bikin Diana lebih…lebih… gonddoookk!!! 

Dengan terpaksa gadis lugu itu akhirnya mengangguk setuju.

“Sekarang lebih baik kamu tidur… sudah malam. Jangan lupa berdoa, ya… sayang…” Pesan mom sebelum Diana dan kak Nita akhirnya benar-benar meninggalkan ruang tamu serta kembali ke atas. 

Diana masih tidak percaya, pikiran kakaknya bisa berubah dengan kilat seperti itu. Dan sekarang dia menjadi berpihak kepada mom serta pap (alias pindah sekutu) padahal tadi pas awal-awal… dia yang habis-habisan membela Diana.

“KAKAK  PUUAASS KAAN???” bentak Diana sewaktu sampai di lantai atas. Namun anehnya, kak. Nita justru diam saja tanpa pembelaan yang berarti, dia malah senyam-seyum sendiri (Dasar Aneh?!).
“KAK !!! DENGEERR NGGAK SIH!!!” tambah Diana, kali ini dengan nada lebih meninggi, begitu juga dengan alis matanya.
“Ssstt!!! Kakak denger, kok! Udah jangan teriak-teriak… nanti mom sama pap ke sini lagi!” ujar kak Nita akhirnya.
“Tapi kenapa kakak jadi SETUJU SYARAT PAP??!!” tanya adik manis yang kini sedang berubah menjadi monster menyeramkan karena emosi yang sedang tidak stabil… naik…naik… turun… naik lagi!
“Sini kakak bilangin!” jawab kak Nita sambil menarik lengan baju tidur adiknya sampai ke dalam kamar tidur blue ocean- nya.

“APAAN SIH!!! SAKIT TAUU…”
“Ssstt!! Jangan ribut! Kakak punya rencana, bla… bla… bla…” cerita kak Nita panjang lebar tentang rencananya dengan sejelas-jelasnya agar Diana bisa cepat tangkap tanpa harus diulang dua kali. “Gimana ngerti kan kamu???”
“Ooohh, gituuu!! Ya udah deh nggak pa-pa! Berarti kita ini simbiosis mutualisme yakni sama-sama menguntungkan. Ha…ha…”

Diana dan kakaknya pun saling menjabat tangan dan mengucapkan kata “DEAL!!!” yang berarti mereka sepakat satu sama lain dengan rencana dadakan ala kak Nita.


***





*Pict.source: Casually Explained: The Friend Zone/ youtube.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MY L.O.V.E (PART 19) #Untold Story

SEBUAH PENGAKUAN (III) Diana menatap Micky, tatapan cowok itu begitu kelabu. Tidak ada sinar yang terpancar di sana. ...