Pertandingan Basket
“Aku Pulaang!” sahut Diana seceria-ceria mungkin. Namun, tidak ada yang menyambutnya sama sekali, hanya bik Tinah yang nongol.
“Non… baru pulang, non!”
“Iya… tadi habis jalan sebentar sama temen! Lho mom mana? Kok tumben nggak ada suaranya… Kak Nita juga lagi ngapain?”
“Oooh… Kalo nyonya lagi belanja keperluan di emmoll! Dan non Nita lagi ada di kamar, tapi saya mah nggak tau lagi ngapain.”
“Ya udah, makasih ya bik Tin !”
Lalu Diana langsung menuju ke tempat yang dipenuhi dengan cat blue ocean, tempat mana lagi kalau bukan kamar tidur kak Nita. Dia emang fanatic banget sama warna biru… Katanya sih, cool…! Diana mengintip kakaknya dari balik pintu kamar yang bertuliskan “GIRL’S ZONE!!! BOY’S OUT!”. Ternyata kak. Nita lagi asik telpon-telponan sama kak. Dimas (Waaah… PDKT nih!) Karena tidak mau mengganggu, Diana akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar tidurnya, untuk sementara ‘the story is pending.’
“Ya Tuhaannn… Hape ku mati! Pasti semalam aku lupa nge-cashnya!” Segera saja Diana mencash handphone mini blacknya, kemudian menyalakan handphonenya itu. Salah satu kebiasaannya lagi yakni mencash handphone dalam keadaan sedang menyala gunanya supaya Diana masih bisa menerima telpon atau sms, meski dalam keadaan baterai yang sedang proses pemenuhan.
Tak lama kemudian terdengar bunyi sms secara beruntun sebanyak lima belas kali dan semua sms itu dari Ben, isinya pun hampir sama seperti : “Di, loe dimana??”, “Cepetan kesini!!! Di…”, “Di pertandingannya mau di mulai!”
Sebaris sms yang terakhir membuat Diana ingat akan sesuatu. Setelah berpikir cukup lama, gadis itu baru teringat kalau dia ada janji berdua dengan Ben untuk menonton pertandingan basket, hari ini jam 4 sore.
“Ya tuhan! Sekarang udah jam setengah 5 lagi!!! Duuh…. Gimana nih??? Malah tempatnya jauh! Duuhh… Ben pasti marah sama aku besok!!” batin Diana dalam hati yang merasa sangat bersalah. Dia kebingungan sendiri! Ini semua gara-gara lupa nge-cash hape!!! Adduuhh…
“Kenapa dek?? Kok modar-mandir gitu?” tanya kak Nita terhadap adiknya yang sedang kebingungan sendiri.
Kemudian Diana menceritakan semuanya, gara-gara keasyikan makan plus ngobrol-ngobrol bareng Micky, dia jadi lupa segalanya (lupa waktu dan lupa kalau ada janji) dan ditambah handphonenya mati gara-gara ‘battery empty’. “Udah… tenang… tenang… kita ke sana aja!” ujar kak Nita membantu.
Akhirnya Nita mengantarkan adik tercintanya ke tempat pertandingan basket yang dituju dengan menggunakan mobil Honda jazz ungu kepunyaan kak Nita. Meskipun Diana sadar bahwa waktunya nggak mungkin kekejar lagi, tetapi setidaknya dia masih bisa berharap akan bertemu dengan Ben disana dan segera meminta maaf kepadanya.
Kak Nita benar-benar menjalankan mobilnya dengan sangaattt cepat seperti pembalap dunia yang lagi nge- rally. Di dalam mobil, kak Nita juga sempat bercerita bahwa dia tengah dekat dengan pujaan hatinya itu (siapa lagi kalau bukan kak Dimas). Katanya gara-gara Diana pingsan, kak Dimas jadi ikut-ikutan ngerasa khawatir, abisnya dia jadi teringat sama adik perempuannya yang sekarang lagi tinggal di London sama neneknya. Ternyata kak. Nita benar-benar nggak salah menjatuhkan pilihan hatinya, kepribadian seorang yang jago bulu tangkis itu benar-benar low profile, terbuka, dan tipe setia (soalnya diantara deretan percakapannya di telpon, kak Dimas juga menceritakan tentang mantan pacarnya yang udah putus sejak dua tahun yang lalu hanya gara-gara masalah sepele. Meskipun kak Nita rada panas mendengarnya, tetapi sebagai seorang yang perhatian kak Nita harus bersikap tenang, jangan langsung jealous!
“Ya udah! Kakak tunggu kamu di sini, ya…”
Diana balas mengangguk dan secepat kilat menuju ke gedung (tempat pertandingan itu berlangsung). Gadis yang masih mengenakan baju seragam putih abu-abu itu kembali melirik jam tangannya “Ya ampun!!!! Udah jam 6 lewat 10 menit!!!”, terang aja ketika sampai di dalam… yang dilihatnya Cuma lapangan basket kosong, kursi penonton yang sudah nggak ada yang nempatin lagi tinggal sisa-sisa bekas makanan atau kaleng minuman yang berserakan. Penjaganya juga bilang kalau pertandingan sudah usai sejak sejam yang lalu. Mau apa dikata?? Diana dengan lemas kembali ke parkiran untuk menemui kak. Nita dan lanjut untuk pulang ke rumah.
Sepanjang perjalanan Diana hanya terdiam sambil mendengarkan lagunya D’masiv yang berjudul “Tak bisa hidup tanpamu”… Sesuai judulnya, Diana masih memikirkan apa-apa saja yang bakal terjadi besok apabila dia bertemu dengan Ben, apa dia mampu kehilangan Ben yang sudah dianggapnya sebagai sahabat terdekat sekaligus pelindungnya yang sudah berjalan sekitar dua tahun lamanya.
***
Sesampainya di rumah ternyata mom sudah pulang dan kini dia sedang kedatangan tamu.
“Eh… Diana kamu dari mana aja kok baru pulang?” tanya mom ketika Diana melewati ruang tamu. Namun, sekarang Diana lagi nggak mood ngomong jadi dia hanya bisa tersenyum, itu juga senyum paksaan.
“Ya, udah… kamu sana ganti baju dulu! O, ya… sebelum itu ayo salim sama tante Bella, dia ini tetangga baru depan rumah kita!”
“Selamat sore tante…” ucap Diana seramah mungkin sambil mencium tangannya, karena sekarang dia tahu kalau berarti Micky adalah anaknya tante Bella.
“Sore… Waah! Anak jeng ini cantik sekali… kalau saya Cuma punya anak laki-laki, itu pun anak saya satu-satunya…” ujar tante Bella yang bisa dibilang masih muda untuk seumurannya, dandanan tante Bella seperti anak remaja saja… pakai celana jeans dan tank top merah marun dengan dibalut jaket bulu-bulu. Untung saja badannya kecil!
Coba kalo mom pakai pakaian kayak gitu! Diana, pap, dan juga kak Nita pasti langsung tertawa kegelian sehari semalam. Abizz bukan gaya mom bangeett! Nggak cucok, bo!
“Anak saya ada dua! Yang ini Diana dan ada lagi kakaknya, namanya Nita, kalau anak jeng siapa namanya?”
“Mmm… Namanya Micky Octaviano Bastian, biasa dipanggil Micky!” jawab tante Bella.
“Mom aku ke atas dulu ya! Tante aku permisi dulu…” pamit Diana dibalas dengan anggukan kepala mom dan tante Bella bersamaan.
Di kamar… Diana hanya bisa menitihkan air matanya. Dia merasa bersalah banget, soalnya yang buat janji dia! Yang ngajak Ben nonton pertandingan basket sampai maksain gitu, dia! Dan sekarang yang mengingkari juga, dia! Saat Diana hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri, tiba-tiba handphone mini blacknya berbunyi “tanda SMS masuk”.
“Diana… Aku mnta maaf y! Aku blm bs jwb pertny-an km yg td di café, plizz!! Jgn mrh!!! Tp aku jnji suatu saat nanti km akn tau smuanya.”
From : Micky_ the cool guy
Diana kemudian menghapus sisa-sisa air matanya, dia tidak menyangka Micky sampai segitunya hanya gara-gara pertanyaannya tidak dijawab. Kemudian gadis itu tersenyum dan segera mengetikkan SMS untuk dikirim kepada Micky yang isinya :
“Gk pa2 kok! Enjoy aj lg! Aku ngerti… CU_ J”
Reply : Micky_ the cool guy (Sending…)
***
Cinta ini membunuhku!
Sepulang menonton pertandingan basket, Ben tiba-tiba kesal pada dirinya sendiri, amarahnya hanya bisa diluapkan pada bantal dan guling, serta boneka beruang –hadiah ulang tahunnya dari Diana. Ya… Diana, entah kenapa dia menjadi kesal terhadap gadis itu, mungkin salah satunya karena dia mengingkari janji yang telah dibuatnya sendiri. Sebenarnya Ben tidak benar-benar marah kepada gadis lugu itu, terlebih pada cowok yang menjemputnya di sekolah tadi.
“Kenapa TUHAANNN!!! KENAPAA AKUU INI!!!”
Dia menjadi seperti orang ling-lung, dia nggak tahu harus berbuat apa, cerita pada siapa?? Ucha?? Chika??? Joy?? Atau Vaness?? Diantara mereka semua, Ben hanya bisa percaya pada Diana, karena dia sudah terlanjur dan terbiasa mencurahkan isi hatinya pada Diana. Mamanya saja tidak peduli padanya bahkan dia sekarang tidak ada di rumah saat ini.
Ben juga tadi tidak benar-benar konsen terhadap pertandingan basket tersebut, dia lebih memikirkan Diana bersama cowok yang tadi mengajaknya pergi. Pikirannya juga tidak searah dengan pandangan matanya. Maksudnya, mata berwarna biru alami milik cowok broken home itu memang sedang menyaksikan pertandingan semi final basket, tetapi pikirannya melayang-layang entah kemana…
“Mas Ben ada telpon…” sahut pembantunya yang telah mengabdi pada keluarga Edison selama 10 tahun lamanya, dia bernama bibi Maria.
“Dari siapa bik???” tanya Ben agak mengeras agar terdengar sampai ke lantai bawah.
“Dari non Diana!!!” jawab bik. Mar dengan suara nggak kalah keras.
“Bilang aja aku tiduuur…”
Sejujurnya dalam hati kecil Ben, ia ingin sekali bicara pada Diana , menanyakan segala sesuatu tentang cowok tadi (siapa dia??? Itu yang paling penting!!!). Kemudian Ben menyalakan radionya tepat di frekuensi 98.70 Gen Fm, kemudian dia mendengarkan Kemal yang sedang cuap-cuap di sana.
“Ok, sobat gen! Yang mau curhat tentang masalah percintaan loe, sekolah, maupun keluarga loe, boleh-boleh di sini!! Kebetulan kita lagi buka curhat-curhatan lewat telpon, siapa tau gue bisa Bantu masalah loe, ya… ngasih solusi sedikit, biasanya solusi gue rada manjur dikit!!! Atau yang mau SMS silahkan… langsung aja yang mau telpon atau SMS, ya!! Elo juga boleh request lagu buat… Mmm… mungkin cewek loe atau mantan loe, Wuiiihh… hari gini masih inget aja sama mantan! Atau mungkin sahabat terdeket loe… boleh! Boleh! Ayo buruan telpon atau SMS!!! Sementara… nih gue kasih lagunya the changcuterss yang berjudul I love you Bibeh!!! Tetap di 98.70 Gen Fm ‘suara musik terkini’.”
Mendengar perkataan Kemal, cowok berdarah blasteran itu jadi mempunyai ide yang sama sekali nggak pernah dia lakuin yaitu curhat langsung sama penyiarnya. Tapi, yang dibutuhin Ben sekarang adalah sebuah solusi untuk menghadapi sesuatu yang sebenarnya dia sendiri tidak tahu kenapa dan mengapa??
“Sobat Gen! Balik lagi ama Kemal, udah banyak bangeett SMS yang masuk! Pertama dari Vivi di Bogor katanya : Hai sobat Gen! Gue Cuma mau ngasih saran aja nie… buat loe yang ngerasa cinta loe bertepuk sebelah tangan, mendingan loe lupain aja dan cari yang baru!! Gue request lagunya The Rock dong ‘Munajat Cinta’, tnx Kemal!!!. Sama-sama… deh! Tapi kalo udah cinta mati gimana tuh?? Kan susah buat dilupain, ya gak??” ujar si penyiar radio.
Ben hanya menghela nafas saja mendengar saran Vivi. “Dilupain?? Mana bisa?? Dia udah gue anggap sebagai adik dan gue sayaangg banget sama dia! Tapi kenapa gue harus tersiksa kayak gini!”
“Kita lanjut lagi ke SMS yang berikutnya! Waa… curhatnya beda banget nih, sobat gen! Dari wawan di Jakarta, isinya : Kemaaall… gue lagi kesel banget nih! Gue punya temen curhat, dia itu cewek! Gue udah sahabatan kurang lebih setengah tahun dan gue udah nyambung banget sama dia, tapi entah kenapa gue jadi pingin lindungin dia terus, gue ngerasa kalo ada cowok lain selain gue yang gue gak kenal deket-deket sama dia, gue jadi bete!! Dan sebel aja! Tapi parahnya bukan cowoknya aja yang gue kesel tapi gue juga jadi kesel sama sahabat gue itu, padahal sebenarnya gue gak bener-bener kesel… Gimana nih kemaall?? Gue takut kalo status gue sebagai temennya jadi berantakan gara-gara gue sendiri! Plizz Bantu gue ya!! Dan gue request lagunya D’masiv yang judulnya ‘Cinta ini membunuhku’ buat gue sendiri dan sahabat gue itu, tks Kemaall!!!. “
Mendengar curhat dari Wawan, Ben pun kemudian mengeraskan volume radionya lagi, sepertinya nasib yang tadi curhat sama Kemal sama banget yang sekarang lagi dialamin Ben. So, cowok berkulit putih itu berusaha untuk mendengarkan baik-baik solusi dari si penyiar radio.
“Ok, deh Wawan!!! Kayaknya masalah si Wawan rada complicated juga, ya… Tapi menurut gue sobat Gen yang mungkin kalian juga punya masalah kayak si Wawan tadi!! Mendingan loe itu nyatain aja deh perasaan loe yang sesungguhnya sama sahabat loe itu, karena secara nggak langsung kedeketan loe itu membuat loe jadi jatuh hati sama dia. Daripada loe simpen terus dan nunggu sampai dia tau sendiri gimana perasaan loe, ya… loe musti move on duluan! Jangan sampe si cewek yang notabene sahabat loe itu justru terlanjur jadian sama cowok lain, waa… berarti loe harus bener-bener relain dia dan tetep nganggep dia sebagai sahabat terbaik loe! Jangan langsung dilupain, ya!!! Tapi pesen gue juga… elo harus cari waktu yang bener-bener tepat untuk ngungkapin perasaan loe itu, gue nggak bisa kasih tau harus kapan, tapi yang nentuin semuanya ada di tangan loe, wan!! Ya udah deh, buat ngusir rasa sepi loe wan, nih gue kasih… lagunya D’masiv –Cinta ini membunuhku, enjoy!!!” jelas Kemal panjang lebar, yang membuat Ben sendiri terbelalak ngedengernya…
“Jatuh cinta??? Gue Jatuh Cinta??? Itu nggak mungkin!!! Gue nggak mungkin jatuh cinta sama sahabat gue!!! Nggak… nggak… Diana adek gue! Trisa Melani Dianabella Rose itu adek kesayangan gue! Gue nggak bisa!!! TUHANN APA YANG HARUS AKU LAKUKAN???” teriak Ben sampai-sampai dia kalap sendiri dengan membanting fotonya bersama Diana, yang akhirnya kaca dari bingkai foto itu pecah berkeping-keping.
“Cinta Ini Membunuhku”
Part 1 :
Kau membuat ku berantakan
Kau membuat ku tak karuan
Kau membuat ku tak berdaya
Kau menolakku… Acuhkan diriku…
Part 2 :
Bagaimana… Caranya untuk…
Meruntuhkan kerasnya hatimu…
Ku… sadari, ku tak sempurna…
Ku tak seperti… yang kau inginkan…
Reff :
Kau hancurkan aku dengan sikapmu…
Tak sadarkah kau telah menyakitiku…
Lelah hati ini meyakinkan mu
Cinta ini membunuhku…
By : D’Masiv
***
Diana makin bingung saja dan terus termenung di kamarnya. Nita sang kakak yang ingin membantunya, malah tidak diperbolehkan masuk ke kamar. Lelah menangis membuat tenggorokan Diana terasa kering, lalu dia segera mengambil minuman di dapur yang letaknya di lantai bawah.
“PRANGG!!!” Genggaman Diana yang tidak kuat membuat gelas kaca itu pecah berkeping-keping. Suara pecahannya sontak membuat para penghuni rumah yang lain menjadi kaget. Kemudian Diana memungut satu per satu pecahan belingnya.
“AUWW!!” teriak Diana kesakitan saat mengambil pecahan beling yang kecil.
“Ada apa dek?? Ya tuhann… Kamu nggak pa-pa?” tanya kak Nita yang langsung panik begitu ketika melihat tangan adiknya berlumuran darah.
“Ada apa?? DIANA!!! Aduuhh… kamu kenapa nak??”
Mom yang datang langsung terkejut begitu melihat Diana dan langsung mengobatinya. Sedangkan pecahan-pecahan gelas itu kini sudah ditangani oleh bik. Tinah. Diana menjadi merasa malu sendiri karena kejadian ini juga harus disaksikan oleh tante Bella.
“Kamu tuh lain kali hati-hati dong!” ucap mom berulang kali, sedangkan Diana hanya bisa menganggukkan kepala sambil menahan perih.
Sekarang sudah hampir malam, kira-kira waktu menjelang tidur hampir tiba. Namun, Diana masih belum menutup kedua kelopak matanya… Dia masih merasa bersalah saja akibat kebodohan yang tidak disengaja tapi akibatnya bisa merembet kemana-mana.
“Di… belum tidur?” tanya mom yang masuk tiba-tiba.
“Belum… Emangnya semua udah pada tidur??”
“Enggak semuanya, sih! Papa aja tuh yang masih melek matanya, gara-gara harus ngerjain tugas dari kantor. Kamu sendiri apa nggak ngantuk?”
Diana hanya menggeleng lemas, sebenarnya matanya udah berat banget dan daritadi dia udah nguap melulu pertanda ngantuk.
“Ya… kalau belum… terserah, sih! Tapi, usahain cepet tidur, ya! Biar besok sekolah nggak telat, oke??”
“Yes mom!”
Mom sudah keluar dari kamar tidur Diana. Sekarang dia sendirian lagi.
“Padahal bintang-bintang begitu terangnya, tapi… kenapa hatiku begitu sendu dan suram… Tuhaannn maafkan aku!” Kemudian handphone mini blacknya tiba-tiba saja berdering, ternyata dari Micky… Tapi kenapa dia telpon malam-malam begini???
“Halo Mike! Ada apa kok tumben nelpon?”
“Diana kamu nggak pa-pa kan??”
“Eng…nggak apa-apa kok! Emangnya kenapa sih?
“Tadi kata bundaku, tangan kamu kena pecahan gelas. Sekarang masih sakit??” tanya Micky mendadak serius.
“Udah mendingan…”
“Oh… syukur deh! Aku takut terjadi apa-apa sama kamu. Tapi ini pasti gara-gara aku ya?” tanyanya lagi membuat Diana jadi heran sendiri. Padahal Micky nggak berbuat kesalahan apa-apa, tapi justru dia yang malah perhatian banget.
“Enggak! Bukan! Bukan gara-gara kamu! Aku… emang tadi lagi agak lemes jadi genggaman tangannya nggak kuat deh!” tepis Diana seketika.
“Oh… aku takut aja kamu jadi marah sama aku, gara-gara aku nggak menjawab pertanyaan kamu tadi di café.”
“Mike… percaya sama aku! Aku bener-bener ngerti kok! Mmm… oh iya! Aku boleh nggak curhat sama kamu??”
“Tentu aja, di… kamu mau curhat tentang apa?”
Ucapan dari Micky seperti Oasis di padang pasir, sejuk… dan segar. Kemudian Diana mencoba menceritakan masalahnya tadi, yang mengingkari janjinya sendiri terhadap Ben. Tetapi kali ini dia berusaha tegar dan tidak ingin mengeluarkan air mata lagi. Micky mendengar semuanya dengan jelas dan memberi Diana sebuah semangat. Micky sangat tahu perasaan yang tengah dihadapi Diana, dia mencoba untuk memberikan sebuah solusi.
“Diana… Udah kamu tenang aja! Kalau Ben emang nganggep kamu sebagai adik tersayangnya, aku yakin dia pasti maafin kamu. Udah kamu nggak usah khwatir ya! Lebih baik sekarang kamu tidur sambil nutupin mata kamu dan berdoa sama tuhan supaya besok semuanya baik-baik aja! Udah sekarang tidur… Have a nice dream princess Diana….”
“Thank’s handsome guy! Have a nice dream, too…Bye!” balas Diana dengan penuh senyuman bahagia.
“Bye…”
Tak terasa sudah satu jam, Diana curhat-curhatan sama Micky. Sekarang perasaannya menjadi sedikit lebih tenang dan dia mencoba untuk menutup matanya. Namun sebelum tidur, dia berdoa dulu agar besok dia bisa mengganti kesalahannya itu dengan ‘sesuatu’ terhadap kakak yang paling dia sayangin, Benjamin Fredrick Edison…
***
*Cerita buatan fiksi yg tak kunjung ending
Dibuat sejak 2008 sekitar masih SMP
masih komputer dengan disketnya. Lol
HAPPY READING :)
*Pict. source: https://www.psychalive.org/isolation-and-loneliness/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar