Kamis, 12 Juli 2018

MY L.O.V.E (PART 6) #Untold Story




Ben – Micky….
Benjamin Fredrick Edison

Pagi kembali muncul ke permukaan planet belahan bumi ini, matahari telah datang dan naik setinggi-tingginya. Sedari tadi raut wajah Ben terus… dan terus… ceria sambil bersiul-siul ria. Bibi Maria sampai bingung dengan keadaan majikan mudanya yang telah dianggapnya sebagai anak sendiri.

Ben tersenyum lebar saat melihat fotonya bersama Diana berdua yang telah diganti bingkainya dengan bingkai yang lebih bagus. Seketika itu juga dia pun teringat kenangan termanis bersama orang yang menurutnya paling istimewa di hatinya saat ini.
“Ben!!! Tangkep bolanya!!!” ujar Diana sambil melemparkan bola  biru raksasa bergambar doraemon di pantai Anyer. Saat itu mereka masih duduk di kelas satu, Ben dan Diana pergi ke pantai berdua untuk melihat sunset (versi mereka). 

Waktu itu kebetulan sedang liburan sekolah dan papa Diana mengizinkannya asal tidak menginap. Ben dan Diana memakai jurus sejuta rayuan sebelum pergi, ditambah lagi Ben juga harus lulus dulu mengikuti semua ujian papa. And finally they make it!
“IYAA…” Meskipun begitu ternyata menangkap bola segitu gedenya rada sulit juga, Ben pun sampai kewalahan ngejar bola yang memantul-mantul kesana kemari.
“Ben itu sunsetnya dah mulaaiii…… Ayo cepetan kita foto!!!”
“Satu… dua… tiga… ! ChESse…” Akhirnya mereka berdua pun berfoto-foto ria, dari muka yang paling imut-imut sampai wajah yang paling amiitt-ammiitt, tetapi mereka berdua sama-sama senang dan bahagia. 
Dan foto yang paling bagus dan sangat disukai Ben yakni saat latar belakang mereka berdua terlukis langit yang sedang kemerah-merahan sehingga membuat suasana menjadi romantis.  
“Mas Ben… Sarapannya udah siap.” Sahut bik Mar yang membuat Ben tersadar dari lamunan panjangnya,sambil tersenyum ia pun mengangguk.
Kemudian Ben pun sarapan pagi bersama bibi tercintanya, sedangkan ibunya masih belum pulang dari batam untuk urusan bisnisnya.

“Bik… menurut bibi kalau cewek itu senengnya dikasih apa??” tanya Ben halus membuat wanita yang telah berusia sekitar 45 tahunan itu menjadi sedikit terkejut.

“Mmm… dikasih apa ya, den… Menurut bibi sih mendingan kalau perempuan itu lebih suka dikasih sesuatu yang manis, bisa disimpan, dan bentuk serta warnanya unik. Memang mas Ben mau ngasih ke siapa?? Hayooo… jangan-jangan mas Ben diem-diem udah punya pacar ya??”

“Eng…enggak kok!! Ak….aku Cuma tanya aja! Memangnya nggak boleh?” elak cowok itu sedikit sewot.

“Maaf deh mas Ben… Bibi Cuma bercanda, kok! Habisnya mas Ben jarang-jarang nanya kayak gitu…” ujar bik Mar merasa bersalah.

“Ben minta maaf, ya bik! Ben jadi marah nggak jelas kayak gini… Bibi bener kok, aku mau ngasih ke seseorang yang aku…” lalu Ben memberhentikan ucapannya, dia tidak tahu dia harus berkata apa.

“Yang mas Ben cinta, kan?? Kalau bibi boleh tebak, pasti untuk non. Diana! Temen mas Ben yang manis itu... “sela bik Mar tiba-tiba melanjutkan perkataan Ben yang terputus di tengah jalan.

“Lho kok?? Kok, bibi bisa tahu?!! Bibi tahu dari mana??”

“Bibi kan juga pernah muda, mas… Bibi tahu dari sorot mata mas Ben, senyum mas Ben, dan semua ekspresi mas Ben ketika sedang menceritakan tentang non. Diana!” jawab bibinya dengan nada mulai serius, membuat cowok itu mendadak lemas karena sekarang perasaanya telah diketahui seseorang.

“Iya, sih… Tapi aku nggak cinta kok sama dia! Aku Cuma mau kasih dia hadiah kecil-kecilan aja, dan…. Aku Cuma nganggep dia sebagai keluarga sendiri sekaligus sebagai adik sendiri yang selalu nemenin aku kalo aku lagi suntuk dan sebagainya. Ya udah deh, bik! Aku ke kamar dulu ya… Makasih atas sarannya.”

Ben kembali ke kamarnya yang penuh dengan miniature anime kesayangannya, lalu dia hempaskan seluruh tubuhnya ke atas kasur absrtak. Membayangkan perkataan bibi Maria yang sangat menyentuh pikirannya, selintas dia juga membayangkan perkataan si penyiar radio ‘Kemal’. “Jatuh Cinta??” itulah sekelibat pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya, ia berharap semoga waktu bisa menunjukkan segalanya.
“Tok… Tok…” terdengar suara pintu diketuk pelan, kemudian dari balik pintu muncul sosok bibi Maria sedang membawa sesuatu dalam kotak kecil. Lalu Ben terbangun karena sadar akan kehadiran bibi yang sudah dianggapnya sebagai ibu sendiri. 

“Ada apa bik?? Ayo silahkan masuk…” sahutnya. 

Kemudian bibi Maria mendekati Ben sambil memberikan kotak kecil yang daritadi dipegangnya. 

“Apa ini bik??” tanyanya penasaran terhadap isi dari kotak kecil tersebut, tetapi bukannya dijawab, bibi malah memberikan kode agar kotak tersebut segera dibuka. Dengan hati-hati cowok blasteran itu kemudian mengikuti kode tersebut, dibukanya dengan rasa amat penasaran sekaligus deg-deg-an.

“Ya… Tuhaann!!! Apa ini bik?? Bagus sekali…” itulah komentar pertama yang dilontarkan Ben saat melihat isi kotak kecil tersebut. Didalamnya tersimpan kalung perak berbentuk hati berwarna silver. Uniknya bandulan hati itu bisa dipisah sehingga menjadi dua potongan hati yang terpisah dan juga bisa disatukan kembali seperti ada magnitnya sehingga menjadi bentuk hati yang utuh.

“Itu kalung pemberian dari almarhum suami bibi. Dia memberikan ini ke bibi saat menyatakan perasaannya ke bibi, ini… hadiah yang paling istimewa buat bibi.”

“Tapi… untuk apa bibi ngasih benda berharga ini ke aku?” tanya Ben semakin bingung.

“Bibi mau kamu memberikannya kepada seorang gadis yang paling berharga buat kamu… 
….Mas Ben, bibi mohon terima! Bibi… ingin mas Ben dan gadis itu bahagia dan ini… sebagai lambang cinta kalian.” Jawab bik Mar sambil membelai rambut Ben dengan penuh kasih sayang. 

Ben menjadi bingung sekaligus nggak enak hati, yang benar saja?! Masa benda istimewa malah diberikan kepada orang lain. Tetapi tatapan bibi Maria membuat hati Ben luluh, dia merasa sangat tidak sopan apabila tidak menerimanya. Akhirnya dengan segala berat hati tapi senangnya bukan main, Ben akhirnya mengangguk sambil tersenyum. Bibi Maria langsung menitihkan air mata, lalu memeluk erat cowok berdarah German- Jawa tersebut, sebaliknya dia membalas pelukan bibi Maria dengan perasaan sangat terharu.

Kemudian Ben melepas pelukannya dan berkata “Makasih banyaaakk, bik!! Aku senaangg bangeett!! Aku janji aku akan kasih ini ke orang yang paling berharga buat aku!! Dan tentu aja aku akan bahagia-in dia selamanyaa…”

Lalu bibi Maria meninggalkan kamar tidur Benjamin dengan bola mata yang lebih bersinar dari sebelumnya. Sepeninggalan wanita itu, Ben kembali menatap kalung perak hati tersebut lekat-lekat, lalu memasukkannya kembali ke dalam kotak dan memeluknya, sambil berkata dalam hati “Aku janji, bik…”

***


Micky Octaviano Bastian…

Ajakan Diana kemarin masih terngiang-ngian di telinga cowok berpostur tubuh 182 cm itu. Dia merasa menjadi orang superTOLOL karena telah menolak ajakan sahabat yang sangat welcome kepadanya. Di matanya Diana adalah sosok gadis yang periang, lembut, meskipun terkadang masih kekanak-kanakan karena seringkali menangis. Tetapi justru disitu letak keistimewaan dari seorang Diana dari balik kacamatanya. 
Diana mengingatkannya kepada seorang gadis yang sangat dicintainya bernama Lena, yang sekarang tinggal di Inggris dan sudah menjadi milik orang lain. Apalagi orang lain itu adalah sahabatnya sendiri. Ia trauma dengan kejadian itu, dia sangaatt dan saanggaatt kecewa dan tidak mau mengungkitnya lagi, apalagi cerita kepada orang lain. Namun, sejak kehadiran Diana dalam kehidupannya… semua menjadi berubah, dia yang selalu murung dan malas untuk bergaul, sekarang sudah bisa memberikan ulasan senyum yang dulu sangat disukai Lena.

“Micky… ayo makan, sudah siang...!”
“Eh, bunda… nanti aja bun! Aku masih kenyang.” 
“Aduuuh… anak bunda kenapa nih?? Kamu nggak lagi nggak enak badan kan, micky sayang…?” tanya ibu Micky cemas melihat wajah anak semata wayangnya menjadi agak pucat.
“Enggak…aku nggak pa-pa! Bun… boleh nggak aku minta sesuatu?”
“Boleh sayaang, apa itu?” 
“Micky mau minta ijin buat pergi ke tempat ayah…. Rasanya udah lama bangeet nggak ke sana semenjak kita pindah ke sini. Boleh ya?? Micky juga mau minta restu sama ayah, Micky mau berubah mau kayak dulu! Mulai dari awal lagi dan minta doa ayah buat ujian akhir nanti, bun..”
“Iya sayang, boleh… Mau bunda temenin?”
Mendadak Micky tersenyum lebih cerah dari biasanya, “Makasih bunda, tapi Micky mau ajak seseorang… Aku mau dia yang nemenin aku…”

Meski tidak menyebut nama ‘seseorang’ itu, tapi Bella sudah mengerti dan tentu akan menuruti permintaan anak semata wayangnya ini. Bella berharap Micky benar-benar seperti dulu, selalu dikelilingi malaikat bukan mimpi buruk.

 “Iya sayaangg, bunda pasti bolehin kamu. ‘Kan bunda janji akan selalu memberikan yang TERBAIK buat anak bunda tercinta!!! Tapi sekarang, makan yuk ! Temenin bunda…” 

Micky pun membalas jawaban ibunya dengan anggukan semangat.


***




*pict. source: https://us.clipdealer.com/video/media/224973

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MY L.O.V.E (PART 19) #Untold Story

SEBUAH PENGAKUAN (III) Diana menatap Micky, tatapan cowok itu begitu kelabu. Tidak ada sinar yang terpancar di sana. ...