Siapa sebenarnya MICKY?
Sesampainya di rumah, Diana langsung masuk ke kamar dan rebahan di atas kasurnya yang berseprai pink dengan gambar love dimana-mana.
Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Tetapi tulisan yang menelponnya itu “Private number”. Setelah beripikir dua kali akhirnya Diana menekan tombol reject, habisnya dia masih takut kalau-kalau ada yang mengerjainya lagi. Tak lama kemudian handphone mini black-nya berdering lagi… dengan penelpon yang sama yakni “si- Private Number”. Mau tidak mau akhirnya Diana mengangkatnya, kali ini dengan rasa setengah berani.
“Ha…halo!” sapanya dengan nada terbata-bata.
“…”
Tak ada sahutan membuat hati Diana rada panas, lalu dengan nada yang tegas , dia memanggil lagi.“HALOOOOOOOOO!!!! Woiiii!!!”
“Oh, hai!”
Ternyata suara laki-laki. Aduuhh… hati Diana jadi makin ciut dan takut!!! Jangan-jangan yang menelpon justru cowok brengsek itu lagi!
“Di, apa kabar??” Namun pertanyaan yang dilontarkan menjadi lebih ramah dan bersahabat, but who is he???
“Ba..baik! Kamu siapa??”
“Mmm… masa sih udah lupa!”
Diana hanya terdiam, dia nggak tahu harus berkata apa. Membisunya Diana membuat si penelpon jadi bingung sendiri… “Diana kamu masih di sana kan??”
Diana hanya bisa mematung sambil menggigit bibirnya yang tipis.
“Ya udah deh!!! SURPRISEEE! Aku Micky!!!”
“Mikeee!!! Ya tuhaan… Aku fikir kamu…” Diana tidak meneruskan kalimatnya yang terakhir, sudah cukup! Hari ini dia udah banyak merepotkan orang lain hanya gara-gara masalahnya sendiri.
“Kamu pikir aku siapa??” tanya Micky jadi penasaran.
“E… enggak! Enggak kok! Enggak apa-apa.” jawabnya kelabakan.
“Diana… kalau kamu mau cerita atau curhat ke aku juga nggak apa-apa kok! Aku siap jadi pendengar yang baik… Ayo bilang sama aku…. ada apa sih di?”
Desakan Micky membuat Diana terpaksa menceritakan kembali kejadian mengerikan tadi dialaminya di sekolah. Sekali lagi dia harus menangis padahal matanya udah bengkak begitu.
“Maa..af aku jadi nangis gini…” sahutnya selesai bercerita.
Micky yang merasa bersalah karena sudah meminta Diana untuk menceritakan semua itu jadi ikut-ikutan minta maaf, dia bilang kalau di dunia ini nggak ada yang perlu ditakutin kecuali Tuhan dan dia juga bilang bahwa orang-orang baik akan selalu ada dalam lindungan Tuhan. Entah mengapa ucapan Micky membuat hati Diana kembali sejuk dan merasa lebih baik, dia merasa bahwa Micky telah memberikannya satu suplemen untuk bangkit kembali dan juga secara tidak langsung dia telah memberikan support kalau “kita ini nggak boleh nyerah!”
“Diana… Aku mau ngajak kamu makan besok abis pulang sekolah, gimana kamu bisa?”
Pertanyaan Micky tentu saja membuat Diana kaget tapi senang, sebab banyak banget yang mau Diana tanyain tentang Micky, so… akhirnya gadis itu menjawab “Iya…”
“Tapi… kita janjian dimana?”
“Enggak usah! Biar aku yang jemput kamu di sekolahan, ya?”
“Mmm… Baiklah!”
“Ya udah… sampai ketemu besok! Bye…”
“Bye juga…”
Diana langsung loncat kegirangan, entah ada angin apa?? Dia bisa langsung merasa bahagia. Namun, tiba-tiba kak Nita masuk kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
“Micky ya… yang telpon tadi??” tanya kak Nita spontan.
“Ka…kakak! Mmm… Iya, kak! Tapi aku berani sumpah kak! Kalau aku nggak pacaran sama dia, kenal lama aja belom!”
“Pacaran juga nggak pa-pa, kok!”
“HAH?!!”
Aneh sekali… kak Nita yang paling males kalau curhat sama Diana, sekarang… malah buka-bukaan. Dia cerita kalau sebenarnya ada cowok yang paling dia cintai selain pap yakni kak Dimas- anak kelas 3 D –IPS.
Diana sempet ketawa geli habis kakaknya itu lucu banget mimik mukanya waktu nyeritaiin segala sesuatu tentang kak Dimas. Kak Nita juga berjanji tidak akan menceritakan kejadian di sekolah tadi sama mom dan pap (Waaa… Diana benar-benar lega kakaknya mau mengunci mulutnya rapat-rapat).
Mendengar pengakuan kakaknya yang ingin banget jadi temen dekatnya Dimas –setidaknya, membuat Diana merasa iba dan akhirnya Diana memutuskan akan membantu kakaknya dari jauh untuk membuat kakaknya bisa mendekati pangeran pujaan hati.
***
Keesokan harinya, Diana terlihat sangat ceria membuat sohib geng Neronya juga ikutan terlihat gembira apalagi setelah melalui masa-masa tidak mengenakkan seperti kemarin.
“Di… Kita seneng banget liat loe kayak biasanya, ya… kayak gini!” ujar Joy sambil mencubiti pipi sahabatnya itu.
“Emang pesan mama Vaness manjur bangeett ya!” tambah Ucha yang membuat Vaness jadi menjitaki kepala Ucha.
“Thank’s a lot ya guyzz…!” jawab ‘adik kecil geng Nero’ sambil tersenyum manis.
“Hei!hei!Hei! Untuk merayakan kebahagiaan mendadak hari ini, mari kita bersulaaangg!!!!” sahut Chika diikuti dengan acara bersulang ria dari Ucha, Joy, Diana, Ben, Vaness, dan Chika tentunya secara bersamaan dengan memakai segelas jus strawberry.
“BERSUUULLAAANGG!!!” sahut semuanya kompak.
***
Sekarang sekolah telah menjadi sepi karena baru saja bel pulang sekolah dibunyikan. Padahal baru bunyi Teng! Eh… anak-anak langsung pada cabut gitu deh! Paling-paling ada juga segelintir anak murid yang masih adem aja nongkrong di kantin sekolah.
Anggota geng Nero juga sudah pada pulang karena harus menjalankan kegiatan yang lainnya, contohnya aja : Vaness yang mesti segera Bantu ibunya ngurusin catering yang baru dibuka sejak seminggu yang lalu (jadi masih laris-larisnya…), Ucha yang entar sore mau latihan taekwondo bareng seniornya yang namanya kak Adam (Katanya sih… Ucha rada naksir gitu deh… jadi dia harus tampil oke!), Chika mau nerusin lukisan spesialnya yang baru setengah jadi (Tau deh dimana letak spesialnya??? Perasaan yang namanya lukisan, bagus atau jelek tetap aja namanya lukisan dan itu pasti semua special, karena kan! itu semua hasil karya tangan kita sendiri), sedangkan Joy mau ketemu temennya di rumah (biasa tanding basket kecil-kecilan). Kalau Ben masih ada di sekolah, sebab dia ada ulangan susulan sama pak. Widodo tentang pelajaran fisika minggu kemarin.
Sementara itu, Diana masih menunggu Micky di depan sekolahnya. Sudah sekitar 15 menit gadis itu menunggu orang yang akan mengajaknya makan bareng. Untung saja sekarang kak Nita sudah berpihak kepadanya, jadi dia nggak perlu minta izin ke mom dan pap, “Biar kakak aja yang urus!” katanya.
Matahari kian terik membuat keringat Diana terus bercucuran, “Mungkin saja sekolah Micky jaraknya jauh atau dia kena macet…” batinnya. Tetapi beberapa saat kemudian Diana baru tersadar kalau sebenarnya dia kan nggak pernah kasih tahu Micky dimana sekolahnya, letak sekolahannya, bahkan tempatnya.
“ASTAGA!!! Kenapa aku bisa lupa!!!”
“Lupa apa, di???”
“BEN!! Ya ampun ngagetin aja! Loh, kamu belum pulang?”
“Gue abis ikut ujian!”
“Kamu kena remidi?”
“Bukaann ujian remidi tapi… susulan! Lha, loe sendiri ngapain masih di sini? bukannya pulang.”
“O, iya aku lupa kamu ada utang ulangan sama si professor fisika! Mmm… kalau aku … lagi nunggu seseorang!”
“Siapa?” tanya Ben spontan.
“Mmm… itu dia! Ben, aku balik duluan ya!! Nanti pasti aku ceritaiin, ya… Da-da!!” jawab Diana yang saat itu juga kebetulan Micky datang dengan motor gedenya alias ‘MOGE’. Dia keren banget dimata Diana, cool gitu… pakai jaket kulit hitam, helm hitam, dan kacamata hitam (Wuiih… ‘radja’ bangeett).
Lalu Diana naik motor gede warna silver itu di belakang Micky, sambil melambaikan tangannya ke arah Ben. Cowok berkulit putih itu membalas lambaian tangan Diana, tetapi dengan wajah kecut. Entah kenapa?? Ben merasa kesal kepada cowok yang memboncengi Diana, padahal dia kan belum mengenal kepribadian cowok itu sama sekali dan seharusnya Ben senang kalau Diana -adik yang dianggapnya dari kelas satu ini, memiliki seseorang yang bisa membuatnya bahagia.
***
Micky kemudian memarkirkan motornya di sebuah café yang nggak jauh dari daerah kalimalang, nama cafenya : “Café Six –A- Sik”. Nggak ngerti deh apa artinya, mungkin kalau dilihat dari tulisannya ini café bertujuan untuk memberikan pelayanan terhadap customer secara Assiiikk!
“Diana kamu mau pesan apa?” pertanyaan Micky sontak membuat Diana yang sedang melihat daftar menu makanan jadi kaget. Habisnya makanan di sini bisa dibilang harganya cukup mengorek isi kantong agak dalam, jadi harus mikir ekstra deh!
“Aku… minum aja, deh!”
“Emang kamu udah makan ya tadi?”
Diana hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan satu patah kata pun. “Mmm… ya udah! Mba, steak ayam barbeque nya dua dan milkshake cokelatnya dua juga!”
Mendengar jawaban Micky pelayan wanita itu segera pergi tanpa mengulangi pesanan yang diucapkan tadi. Diana hanya bisa melotot melihat harga steak yang begitu mahal, harganya hampir tiga puluh ribu itu pun belum termasuk pajaknya 10 %. Sedangkan milkshake nya 15 ribu, “ya ampuunn… Milksahake apaan nih?? Harganya nyampe setengah harga dari steak.”bisiknya dalam hati.
“Di… kenapa kamu diam aja? Apaa… kamu nggak suka pesanannya, ya? Kalau nggak suka bilang aja! Entar aku suruh pelayannya ganti pesenan untuk kamu.”
“Eng…enggak kok, mike! Aku suka bangeet! Tapi… harganya nggak cukup sama duit yang aku bawa ini.”
“Ha…ha…ha…” Cowok di hadapan Diana malah tertawa terbahak-bahak, membuat gadis lugu ini jadi TELMI sendiri alias kebingungan.
“Emang… ada yang salah ya, mike?” tanya Diana dengan volume suara yang halusss banget, takut dia salah mengucapkan kalimat barusan.
“Bukan! Bukan gitu… Ha…ha… kamu itu lucu banget ya! Kemarin kan aku yang ngajak kamu makan! Ya… pastinya yang bayar aku lah! Masa kamu…”
Diana hanya tertunduk malu sambil tersenyum sendiri. Ternyata Micky orangnya humoris banget, lucu, dan nggak nge-boringin! Dan dia juga tahu letak sekolahan dan nomor handphone Diana dari kak Nita. Dasar Micky iseng! Sambil menunggu hidangan datang, Diana dan Micky akhirnya saling sharing, bercanda, pokoknya meja mereka berdua deh yang paling rame!
Hidangan pun akhirnya datang juga, Waaa… dari baunya aja udah sedaapp! Karena udah laper banget, tanpa basa-basi lagi Diana langsung menyantap steak itu. Dagingnya lembut dan bumbunya kerasa bangeett, meskipun masih agak panas tetapi justru di situ letak kenikmatan sebuah steak buat Diana ‘dimakan hangat-hangat’. Kalau milkshake cokelatnya?? Umm… Nyummy!! Segerr! Cokelatnya sampe melumer giituu, krimnya lembut, dan ada renyah-renyahannya dari biscuit yang tentunya cokelat juga! Pantesan mahal…
“CLiiiK!!!” suara kamera terdengar membuat Diana sadar kalau Micky memotretnya diam-diam.
“Micky… apa-apaan sih! Aku kan jadi malu.” gumam Diana, pipinya sampai kemerah-merahan bak buah tomat.
“Abiss… kamu lucu banget sih! Imut! Nih liat aja…” sahutnya sambil memamerkan hasil karya paparazzinya, yang… membuat Diana malu sambil kegelian sendiri.
“Tuhh… mulutmu belepotan!” katanya lagi, tiba-tiba tangan Micky langsung mengelapkan mulut Diana yang belepotan dengan serbetnya. Jantung Diana jadi memompa lebih cepat, sekarang bukan hatinya saja yang tersipu-sipu malu tetapi seluruh tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki juga ikutan tersipu-sipu malu (kompakan). It’s So Sweet…
“Nah, kalau nggak belepotan kan jadi kelihatan cantiknya!” tambahnya lagi sambil menyimpulkan seulas senyum, sepertinya pujian demi pujian telah didapat Diana hari ini.
“Makasih…” hanya sebaris kalimat itu yang bisa diungkapkan Diana kepada Micky, walau singkat tapi maknanya sejutaa!!!
“Cowok yang tadi di sekolah kamu itu… siapa? Mmm… Pacarmu ya?
Pertanyaan yang tiba-tiba disodorkan Micky membuat Diana jadi tersedak saat sedang menyeruput Milkshake, untung saja Diana menelannya! Coba kalau sampai dia memuntahkannya, apa yang nanti akan terjadi???
“Bu…bukan! Dia temen dekat aku! Namanya Ben! Nanti deh aku kenalin… Dia udah aku anggap sebagai kakak ke dua setelah kak. Nita! Coz… aku suka banget curhat sama dia, nyambung sih!”
Percakapan ini membuat Diana menceritakan semua tentang dirinya, termasuk tentang geng ‘Nero’ dari mulai gimana terbentuknya, anggotanya, kekompakan geng Nero satu sama lain yang udah sah sebagai KK (Keluarga Kecil) di sekolah, prestasi mereka, waah… Micky sangat antusias mendengarnya.
“Aku kan udah cerita semuaannyya. Sekarang gantian dong, Mick! Kegiatan kamu di sekolahan apa aja? Temen-temen kamu gimana?”
“Ekh?! Mmm… udah sore! Kitta pulang, yuk! Mm… Mba! Bill nya!”
Entah kenapa suasana keceriaan tadi, tiba-tiba aja hilang dan tenggelam. Dari sorot mata cowok itu tersimpan rahasia kehidupan yang sepertinya tidak mengenakkan. Namun, Diana lebih memilih diam dan tidak melanjutkan pertanyaannya lagi, dia mengerti bahwa Micky mungkin belum bisa cerita tentang masalahnya kepada Diana. Tetapi Diana masih berharap bahwa suatu saat nanti, Micky mau menceritakan tentang keadaan yang sebenarnya dibalik senyumannya itu agar ia bisa sedikit membantu memecahkan masalah tersebut. There is still hope…
“Mike! Aku turun di sini aja…” Diana memberhantikan laju MOGE-nya Micky di depan Jalan Mawar, padahal tinggal masuk jalan itu rumah mereka berdua nyampe.
“Kenapa? Itu kan tinggal dikit lagi!”
“Mmm… Plizzz! Ortu aku rada protective gitu, aku takut sesuatu yang buruk bakalan terjadi. Udah ya…”
“Ta…tapi…” belum sempat Micky melanjutkan kalimatnya, Diana langsung secepat kilat turun dari motor gede silver kepunyaan Micky itu. Kemudian Diana berlari dan tak berapa lama kemudian, akhirnya dia sampai juga di depan rumahnya yang bercat kuning campur ijo.
***
*Cerita buatan fiksi yg tak kunjung ending
Dibuat sejak 2008 sekitar masih SMP
masih komputer dengan disketnya. Lol
HAPPY READING :)
*Pict. source: https://www.colourbox.dk/billede/billede-15687873
Tidak ada komentar:
Posting Komentar