Rabu, 27 Juni 2018

MY L.O.V.E (PART 3) #Untold Story



Siapa sebenarnya MICKY?

Sesampainya di rumah, Diana langsung masuk ke kamar dan rebahan di atas kasurnya yang berseprai pink dengan gambar love dimana-mana. 
Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Tetapi tulisan yang menelponnya itu “Private number”. Setelah beripikir dua kali akhirnya Diana menekan tombol reject, habisnya dia masih takut kalau-kalau ada yang mengerjainya lagi. Tak lama kemudian handphone mini black-nya berdering lagi… dengan penelpon yang sama yakni “si- Private Number”. Mau tidak mau akhirnya Diana mengangkatnya, kali ini dengan rasa setengah berani.

“Ha…halo!” sapanya dengan nada terbata-bata.
“…” 
Tak ada sahutan membuat hati Diana rada panas, lalu dengan nada yang tegas , dia memanggil lagi.“HALOOOOOOOOO!!!! Woiiii!!!” 
“Oh, hai!” 

Ternyata suara laki-laki. Aduuhh… hati Diana jadi makin ciut dan takut!!! Jangan-jangan yang menelpon justru cowok brengsek itu lagi!

“Di, apa kabar??”  Namun pertanyaan yang dilontarkan menjadi lebih ramah dan bersahabat, but who is he???
“Ba..baik! Kamu siapa??”
“Mmm… masa sih udah lupa!”

Diana hanya terdiam, dia nggak tahu harus berkata apa. Membisunya Diana membuat si penelpon jadi bingung sendiri… “Diana kamu masih di sana kan??”

Diana hanya bisa mematung sambil menggigit bibirnya yang tipis. 

“Ya udah deh!!! SURPRISEEE! Aku Micky!!!”
“Mikeee!!! Ya tuhaan… Aku fikir kamu…” Diana tidak meneruskan kalimatnya yang terakhir, sudah cukup! Hari ini dia udah banyak merepotkan orang lain hanya gara-gara masalahnya sendiri.
“Kamu pikir aku siapa??” tanya Micky jadi penasaran.
“E… enggak! Enggak kok! Enggak apa-apa.” jawabnya kelabakan.
“Diana… kalau kamu mau cerita atau curhat ke aku juga nggak apa-apa kok! Aku siap jadi pendengar yang baik… Ayo bilang sama aku…. ada apa sih di?”

Desakan Micky membuat Diana terpaksa menceritakan kembali kejadian mengerikan tadi dialaminya di sekolah. Sekali lagi dia harus menangis padahal matanya udah bengkak begitu. 
“Maa..af aku jadi nangis gini…” sahutnya selesai bercerita.

Micky yang merasa bersalah karena sudah meminta Diana untuk menceritakan semua itu jadi ikut-ikutan minta maaf, dia bilang kalau di dunia ini nggak ada yang perlu ditakutin kecuali Tuhan dan dia juga bilang bahwa orang-orang baik akan selalu ada dalam lindungan Tuhan. Entah mengapa ucapan Micky membuat hati Diana kembali sejuk dan merasa lebih baik, dia merasa bahwa Micky telah memberikannya satu suplemen untuk bangkit kembali dan juga secara tidak langsung dia telah memberikan support kalau “kita ini nggak boleh nyerah!”

“Diana… Aku mau ngajak kamu makan besok abis pulang sekolah, gimana kamu bisa?” 
Pertanyaan Micky tentu saja membuat Diana kaget tapi senang, sebab banyak banget yang mau Diana tanyain tentang Micky, so… akhirnya gadis itu menjawab “Iya…”
“Tapi… kita janjian dimana?”
“Enggak usah! Biar aku yang jemput kamu di sekolahan, ya?”
“Mmm… Baiklah!”
“Ya udah… sampai ketemu besok! Bye…”
“Bye juga…”

Diana langsung loncat kegirangan, entah ada angin apa?? Dia bisa langsung merasa bahagia. Namun, tiba-tiba kak Nita masuk kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

“Micky ya… yang telpon tadi??” tanya kak Nita spontan.
“Ka…kakak! Mmm… Iya, kak! Tapi aku berani sumpah kak! Kalau aku nggak pacaran sama dia, kenal lama aja belom!”
“Pacaran juga nggak pa-pa, kok!”
“HAH?!!”

Aneh sekali… kak Nita yang paling males kalau curhat sama Diana, sekarang… malah buka-bukaan. Dia cerita kalau sebenarnya ada cowok yang paling dia cintai selain pap yakni kak Dimas- anak kelas 3 D –IPS. 

Diana sempet ketawa geli habis kakaknya itu lucu banget mimik mukanya waktu nyeritaiin segala sesuatu tentang kak Dimas. Kak Nita juga berjanji tidak akan menceritakan kejadian di sekolah tadi sama mom dan pap (Waaa… Diana benar-benar lega kakaknya mau mengunci mulutnya rapat-rapat).

 Mendengar pengakuan kakaknya yang ingin banget jadi temen dekatnya Dimas –setidaknya, membuat Diana merasa iba dan akhirnya Diana memutuskan akan membantu kakaknya dari jauh untuk membuat kakaknya bisa mendekati pangeran pujaan hati.

***

Keesokan harinya, Diana terlihat sangat ceria membuat sohib geng Neronya  juga ikutan terlihat gembira apalagi setelah melalui masa-masa tidak mengenakkan seperti kemarin.

“Di… Kita seneng banget liat loe kayak biasanya, ya… kayak gini!” ujar Joy sambil mencubiti pipi sahabatnya itu.
“Emang pesan mama Vaness manjur bangeett ya!” tambah Ucha yang membuat Vaness jadi menjitaki kepala Ucha.
“Thank’s a lot ya guyzz…!” jawab ‘adik kecil geng Nero’ sambil tersenyum manis.
“Hei!hei!Hei! Untuk merayakan kebahagiaan mendadak hari ini, mari kita bersulaaangg!!!!” sahut Chika diikuti dengan acara bersulang ria dari Ucha, Joy, Diana, Ben, Vaness, dan Chika tentunya secara bersamaan dengan memakai segelas jus strawberry. 
“BERSUUULLAAANGG!!!” sahut semuanya kompak.

***

Sekarang sekolah telah menjadi sepi karena baru saja bel pulang sekolah dibunyikan. Padahal baru bunyi Teng! Eh… anak-anak langsung pada cabut gitu deh! Paling-paling ada juga segelintir anak murid yang masih adem aja nongkrong di kantin sekolah. 
Anggota geng Nero juga sudah pada pulang karena harus menjalankan kegiatan yang lainnya, contohnya aja : Vaness yang mesti segera Bantu ibunya ngurusin catering yang baru dibuka sejak seminggu yang lalu (jadi masih laris-larisnya…), Ucha yang entar sore mau latihan taekwondo bareng seniornya yang namanya kak Adam (Katanya sih… Ucha rada naksir gitu deh… jadi dia harus tampil oke!), Chika mau nerusin lukisan spesialnya yang baru setengah jadi (Tau deh dimana letak spesialnya??? Perasaan yang namanya lukisan, bagus atau jelek tetap aja namanya lukisan dan itu pasti semua special, karena kan! itu semua hasil karya tangan kita sendiri), sedangkan Joy mau ketemu temennya di rumah (biasa tanding basket kecil-kecilan).  Kalau Ben masih ada di sekolah, sebab dia ada ulangan susulan sama pak. Widodo tentang pelajaran fisika minggu kemarin.

Sementara itu, Diana masih menunggu Micky di depan sekolahnya. Sudah sekitar 15 menit gadis itu menunggu orang yang akan mengajaknya makan bareng. Untung saja sekarang kak Nita sudah berpihak kepadanya, jadi dia nggak perlu minta izin ke mom dan pap, “Biar kakak aja yang urus!” katanya. 
Matahari kian terik membuat keringat Diana terus bercucuran, “Mungkin saja sekolah Micky jaraknya jauh atau dia kena macet…” batinnya. Tetapi beberapa saat kemudian Diana baru tersadar kalau sebenarnya dia kan nggak pernah kasih tahu Micky dimana sekolahnya, letak sekolahannya, bahkan tempatnya.

“ASTAGA!!! Kenapa aku bisa lupa!!!”
“Lupa apa, di???”
“BEN!! Ya ampun ngagetin aja! Loh, kamu  belum pulang?”
“Gue abis ikut ujian!”
“Kamu kena remidi?”
“Bukaann ujian remidi tapi… susulan! Lha, loe sendiri ngapain masih di sini? bukannya pulang.”
“O, iya aku lupa kamu ada utang ulangan sama si professor fisika! Mmm… kalau aku … lagi nunggu seseorang!”
“Siapa?” tanya Ben spontan.
“Mmm… itu dia! Ben, aku balik duluan ya!! Nanti pasti aku ceritaiin, ya… Da-da!!” jawab Diana yang saat itu juga kebetulan Micky datang dengan motor gedenya alias ‘MOGE’. Dia keren banget dimata Diana, cool gitu… pakai jaket kulit hitam, helm hitam, dan kacamata hitam (Wuiih… ‘radja’ bangeett).

Lalu Diana naik motor gede warna silver itu di belakang Micky, sambil melambaikan tangannya ke arah Ben. Cowok berkulit putih itu membalas lambaian tangan Diana, tetapi dengan wajah kecut. Entah kenapa?? Ben merasa kesal kepada cowok yang memboncengi Diana, padahal dia kan belum mengenal kepribadian cowok itu sama sekali dan seharusnya Ben senang kalau Diana -adik yang dianggapnya dari kelas satu ini, memiliki seseorang yang bisa membuatnya bahagia.

***

Micky kemudian memarkirkan motornya di sebuah café yang nggak jauh dari daerah kalimalang, nama cafenya : “Café Six –A- Sik”. Nggak ngerti deh apa artinya, mungkin kalau dilihat dari tulisannya ini café bertujuan untuk memberikan pelayanan terhadap customer  secara Assiiikk!

“Diana kamu mau pesan apa?” pertanyaan Micky sontak membuat Diana yang sedang melihat daftar menu makanan jadi kaget. Habisnya makanan di sini bisa dibilang harganya cukup mengorek isi kantong agak dalam, jadi harus mikir ekstra deh! 
“Aku… minum aja, deh!”
“Emang kamu udah makan ya tadi?”
Diana hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan satu patah kata pun. “Mmm… ya udah! Mba, steak ayam barbeque nya dua dan milkshake cokelatnya dua juga!”
Mendengar jawaban Micky pelayan wanita itu segera pergi tanpa mengulangi pesanan yang diucapkan tadi. Diana hanya bisa melotot melihat harga steak yang begitu mahal, harganya hampir tiga puluh ribu itu pun belum termasuk pajaknya 10 %. Sedangkan milkshake nya 15 ribu, “ya ampuunn… Milksahake apaan nih?? Harganya nyampe setengah harga dari steak.”bisiknya dalam hati.

“Di… kenapa kamu diam aja? Apaa… kamu nggak suka pesanannya, ya? Kalau nggak suka bilang aja! Entar aku suruh pelayannya ganti pesenan untuk kamu.”
“Eng…enggak kok, mike! Aku suka bangeet! Tapi… harganya nggak cukup sama duit yang aku bawa ini.” 
“Ha…ha…ha…” Cowok di hadapan Diana malah tertawa terbahak-bahak, membuat gadis lugu ini jadi TELMI sendiri alias kebingungan.
“Emang… ada yang salah ya, mike?” tanya Diana dengan volume suara yang halusss banget, takut dia salah mengucapkan kalimat barusan.
“Bukan! Bukan gitu… Ha…ha… kamu itu lucu banget ya! Kemarin kan aku yang ngajak kamu makan! Ya… pastinya yang bayar aku lah! Masa kamu…”

Diana hanya tertunduk malu sambil tersenyum sendiri. Ternyata Micky orangnya humoris banget, lucu, dan nggak nge-boringin! Dan dia juga tahu letak sekolahan dan nomor handphone Diana dari kak Nita. Dasar Micky iseng! Sambil menunggu hidangan datang, Diana dan Micky akhirnya saling sharing, bercanda, pokoknya meja mereka berdua deh yang paling rame!

Hidangan pun akhirnya datang juga, Waaa… dari baunya aja udah sedaapp! Karena udah laper banget, tanpa basa-basi lagi Diana langsung menyantap steak itu. Dagingnya lembut dan bumbunya kerasa bangeett, meskipun masih agak panas tetapi justru di situ letak kenikmatan sebuah steak buat Diana ‘dimakan hangat-hangat’. Kalau milkshake cokelatnya?? Umm… Nyummy!! Segerr! Cokelatnya sampe melumer giituu, krimnya lembut, dan ada renyah-renyahannya dari biscuit yang tentunya cokelat juga! Pantesan mahal…

“CLiiiK!!!” suara kamera terdengar membuat Diana sadar kalau Micky memotretnya diam-diam.
“Micky… apa-apaan sih! Aku kan jadi malu.” gumam Diana, pipinya sampai kemerah-merahan bak buah tomat.
“Abiss… kamu lucu banget sih! Imut! Nih liat aja…” sahutnya sambil memamerkan hasil karya paparazzinya, yang… membuat Diana malu sambil kegelian sendiri.
“Tuhh… mulutmu belepotan!” katanya lagi, tiba-tiba tangan Micky langsung mengelapkan mulut Diana yang belepotan dengan serbetnya. Jantung Diana jadi memompa lebih cepat, sekarang bukan hatinya saja yang tersipu-sipu malu tetapi seluruh tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki juga ikutan tersipu-sipu malu (kompakan). It’s So Sweet…
“Nah, kalau nggak belepotan kan jadi kelihatan cantiknya!” tambahnya lagi sambil menyimpulkan seulas senyum, sepertinya pujian demi pujian telah didapat Diana hari ini.
“Makasih…” hanya sebaris kalimat itu yang bisa diungkapkan Diana kepada Micky, walau singkat tapi maknanya sejutaa!!!
“Cowok yang tadi di sekolah kamu itu… siapa? Mmm… Pacarmu ya?

Pertanyaan yang tiba-tiba disodorkan Micky membuat Diana jadi tersedak saat sedang menyeruput Milkshake, untung saja Diana menelannya! Coba kalau sampai dia memuntahkannya, apa yang nanti akan terjadi???

“Bu…bukan! Dia temen dekat aku! Namanya Ben! Nanti deh aku kenalin… Dia udah aku anggap sebagai kakak ke dua setelah kak. Nita! Coz… aku suka banget curhat sama dia, nyambung sih!”

Percakapan ini membuat Diana menceritakan semua tentang dirinya, termasuk tentang geng ‘Nero’ dari mulai gimana terbentuknya, anggotanya, kekompakan geng Nero satu sama lain yang udah sah sebagai KK (Keluarga Kecil) di sekolah, prestasi mereka, waah… Micky sangat antusias mendengarnya.

“Aku kan udah cerita semuaannyya. Sekarang gantian dong, Mick! Kegiatan kamu di sekolahan apa aja? Temen-temen kamu gimana?”
“Ekh?! Mmm… udah sore! Kitta pulang, yuk! Mm… Mba! Bill nya!” 

Entah kenapa suasana keceriaan tadi, tiba-tiba aja hilang dan tenggelam. Dari sorot mata cowok itu tersimpan rahasia kehidupan yang sepertinya tidak mengenakkan. Namun, Diana lebih memilih diam dan tidak melanjutkan pertanyaannya lagi, dia mengerti bahwa Micky mungkin belum bisa cerita tentang masalahnya kepada Diana. Tetapi Diana masih berharap bahwa suatu saat nanti, Micky mau menceritakan tentang keadaan yang sebenarnya dibalik senyumannya itu agar ia bisa sedikit membantu memecahkan masalah tersebut. There is still hope…

“Mike! Aku turun di sini aja…” Diana memberhantikan laju MOGE-nya Micky di depan Jalan Mawar, padahal tinggal masuk jalan itu rumah mereka berdua nyampe.
“Kenapa? Itu kan tinggal dikit lagi!”
“Mmm… Plizzz! Ortu aku rada protective gitu, aku takut sesuatu yang buruk bakalan terjadi. Udah ya…”
“Ta…tapi…” belum sempat Micky melanjutkan kalimatnya, Diana langsung secepat kilat turun dari motor gede silver kepunyaan Micky itu. Kemudian Diana berlari dan tak berapa lama kemudian, akhirnya dia sampai juga di depan rumahnya yang bercat kuning campur ijo.
***



*Cerita buatan fiksi yg tak kunjung ending
Dibuat sejak 2008 sekitar masih SMP
masih komputer  dengan disketnya. Lol

HAPPY READING :)

*Pict. source: https://www.colourbox.dk/billede/billede-15687873

Selasa, 26 Juni 2018

MY L.O.V.E (PART 2) #Untold Story


Antara Edhu & Diana

“Mmm… Gue yang pesen makanan ya!!! Kalian mau apa??” tanya Chika semangat.
“Gue mie ayam plus bakso!” jawab Joy cepat.
“Gue… gue… Nasgor special pak maman aja deh!” tambah Vaness.
“Gueeee mie ayam gak pake baso gak pedes gak pakee….”
“Iya-iya Uchaa sayanggg, aku tau kok! Kayak biasa kaan???”
“Hehehee, bener chik, tau aja!”
Chika melirik kearah Ben yang belum memesan apapun, “Ben lo pesen apa???” tanyanya.
“Gue… ntar aja! Gue belum laper!” jawab Ben sekenanya.
“Oooh… Oke kalo gitu! Semua Sipp!!!”
Tiba-tiba tangan Chika ditarik Ucha, “Chiiik!! Gue ikut aja deeehhh!!! Hehe.” sahutnya. 

Kemudian Chika dan Ucha langsung meluncur ke kedai langganan mereka “Pak Maman Yahuudd…” Kalau Chika sih, jangan ditanya… maunya pesen sendiri. Minumnya??? Es teh manis donggzzz!!! Yummy…

“Mau kemana Ben??” tanya Vaness spontan, begitu melihat Ben mulai bangkit dari kursinya.
“Gue… gue… ke toilet dulu ya! Kebelet…”
“Ya… udah jangan lama-lama besernya, entar jebol lagi!” ujar Joy ngasal dan Ben hanya mengangguk sambil menjitak pelan kepala sahabatnya yang ngawurnya nggak kira-kira.
Kemudian Ben menyusuri jejak Diana yang tadi ke perpus, ya… dia bohong sama Vaness dan Joy, padahal jaaaarang banget dan sebenarnya bohong sama teman sendiri agak nyesek juga. Tapi apa boleh buat??? Ben udah terlanjur cemas akan kondisi Diana, mungkin insting kakaknya yang begitu kuat memicunya untuk berbuat demikian.
***

“Heeiii… Cantik! Kemana aja sih! Nggak kelihatan terus, sibuk ya???” tiba-tiba seorang cowok yang nggak asing lagi di mata Diana, menghampirinya.
“EDHU?!” spontan Diana teriak karena kaget, sampai-sampai ibu perpus melotot ke arah Diana dan menyuruhnya diam.
“Kenapa?Kok kaget?? Aku kangeennn bangettt sama kamuuu??” Cara dia mengucapkan kalimat itu sungguh menjijikkan! Sok manis ! Manis enggak- sepet iya!!! 
“Kamu mau apa??!!” Diana segera menghindar dan berusaha jaga jarak dengan Edhu. Gadis itu terlihat ketakutan, terang aja… Edhu adalah cowok yang obsesian, dia bisa aja ngegaet cewek dalam waktu sekejap dengan uang karena dia emang tajir. Bapaknya adalah penyumbang dana terbesar di sekolah ini. Tapi sayang, hanya Diana –cewek yang belum bisa ditaklukannya dari kelas 2 semester satu lalu sampai sekarang. Obsesinya yang berlebih inilah  membuat Diana serasa dikejar-kejar mimpi buruk. 

Edhu adalah cowok ternekat dan cowok yang paling nggak tahu malu yang pernah Diana temui dan sayangnya… Diana harus mengenal COWOK ITU!!! Semuanya terjadi ketika upacara 17-an semester lalu, Edhu tiba-tiba pingsan dan harus masuk ke ruang UKS. Saat itu Diana sedang bertugas sebagai petugas PMR, ia merawat dan menungguinya hingga siuman. Namun, ternyata justru pertemuan tidak sengaja itulah yang membuat malapetaka terjadi. Edhu jadi sok perhatian dan baik bangeett hingga dia pernah nembak Diana namun ditolak (hanya saja rahasia ini diketahui oleh Diana dan Ben seorang). Tetapi cinta Edhu terhadap Diana semuanya berlebihan sampai-sampai gadis lugu itu ditegur sama Ucha, Joy, Vaness, dan Chika. Mereka berpendapat bahwa Diana sudah jadian sama Edhu tanpa memberitahu anak-anak geng Nero, tetapi pendapat itu langsung ditepis Diana dan dia justru menangis hingga sobat-sobatnya merasa bersalah. Mulai dari situ, Diana jadi seringkali phobia dan ketakutan sendiri kalau-kalau ketemu sama cowok seperti Edhu. Obsesinya sungguh tidak masuk diakal!
Vaness ‘ibu dari geng Nero’ berusaha untuk melindungi Diana sementara yang lain berusaha untuk menjauhkan Edhu dari Diana, sebab tiga bulan lagi akan diadakan ujian kenaikan kelas, bisa gawat kalau Diana stress hanya gara-gara masalah sepele kayak gini. Masalah yang selalu menghatuinya.

“Aku cuma mau ketemu kamu kok, sayaangg…” posisi duduk Edhu semakin dekat dengan Diana. Membuat tubuhnya gemetar, dia benar-benar nggak menyangka kalau cowok itu membututinya daritadi. Tahu gini…  Diana nggak akan memilih tempat duduk pojok dan sepi. Tadi… maksudnya, memilih posisi seperti ini agar dia bisa memikirkan Micky.
“Sayaang!! Sayaang…!! Dasarr Cowok Bbb..RENGSEK!!! Ya Tuhan!!! Tolong aku! Aku takuuut…” Doa gadis itu berulang kali di dalam hati, sampai-sampai bola matanya kini berkaca-kaca.

Saat jarak Edhu dengan Diana hanya tinggal beberapa jengkal dari posisi duduk mereka, lalu tiba-tiba Ben datang dengan wajah penuh amarah dan langsung menarik kerah seragam Edhu lalu menghantamnya keras-keras. 

“Loe mau apain temen gue, HAH?!” ucapnya keras dan penuh kemarahan, membuat siswa-siswi lain termasuk bu. Sitta (penjaga perpus yang tadi melototin Diana) mendatangi Edhu dan Ben yang sedang terlibat pertarungan sengit, saling adu mulut satu sama lain. 
“Sabar bro… Gue Cuma mau ngobrol aja! Iya kan, say…” jawab cowok itu lagi sambil mengedipkan mata kearah Diana.
“Say… say… NIH SAY BUAT LOEE!!!” hantaman sekali lagi mendarat ke bagian perut Edhu. Diperlakukan seperti itu, Edhu membalasnya, hingga Ben jatuh tersungkur dan mulutnya berdarah.
“KALO LOE MAU BERANTEM SAMA GUE!!! AYO MAJU…” seru Edhu, yang akhirnya mau tidak mau mereka berdua berkelahi hebat.
“UDAH!!! UDAH!!! BEN!! EDHU!!!! STOOOPPP!!!!” lerai Diana hingga suaranya pecah dan menjadi serak-serak seperti itu. Ke dua cowok tersebut kemudian berhenti berkelahi sambil menatap Diana yang turut mengeluarkan air mata.

Banyak kerumunan di perpus, tentu aja banyak menyita perhatian dan pertanyaan yang paling umum adalah “Ada Apa??? What happen aya naon???” tak terkecuali Chika, Joy, Vaness, dan Ucha yang habis kenyang-kenyangan gara-gara makan di kantin. Niat mereka berempat sebelumnya adalah untuk mencari Ben ke kelas, habis dia ke toilet aja lammaaa banget kayak gali sumur. Akhirnya mereka berempat berhasil menembus ke depan keramaian para siswa-siswi yang lain. Alangkah terkejutnya Vaness, Chika, Ucha, dan Joy melihat Ben dan Edhu berlumuran darah ditambah muka mereka berdua pada bonyok seperti itu, serta Diana yang menangis… menangis… dan menangis…

“Diana…” Vaness dan Ucha langsung memeluk  Diana yang tubuhnya kini seperti kursi ringkih, sedangkan Joy dan Chika menarik Ben menjauhi Edhu serta membantunya berdiri. Perkelahian sudah selesai… Siswa-siswi segera dibubarkan, sementara Edhu dipanggil Pak Seno (guru matematika sekaligus notabene adalah pamannya sendiri) dan Ben harus segera dibawa ke ruang UKS sama sobat-sobatnya.
“Di… loe nggak pa-pa kan???” tanya Ben cemas melihat keadaan Diana yang  terlihat seperti orang ketakuuuttaann…
“BEN!!!” Diana langsung menghambur ke pelukan Ben, dia menangis sejadi-jadinya, dan teman-teman yang lain ikut mengelus serta membelai rambut Diana, mereka tahu gadis lugu itu tadi hampir saja menghadapi ancaman yang luar biasa!!!

Sedetik kemudian, Diana tiba-tiba saja jatuh tak sadarkan diri. Hal tersebut spontan membuat sobat geng Nero panik, begitu juga bu. Sitta. Mereka segera beramai-ramai ke ruang UKS, sementara itu Ben- lah yang menggendong Diana dari perpus sampai ke sana.  
***

Kelas 3B- IPS… (kelas Kak. Nita)

“Nita! Nita! Adek loe!! Adek Loe!!!” teriak Riri sambil berlari kayak orang kesurupan gitu.
“Kenapa? Adek gue kenapa??? Ngomongnya yang tenang dong…”
“Ad… Adek loe sekarang di ru… ruang UKS!!!”
“APA?!!”

Mendengar jawaban yang tidak mengenakan begitu, Nita langsung meluncur ke ruang UKS tanpa basa-basi. Sekarang justru giliran dia yang panik seperti orang nggak waras.

“ADAWWW!!!” tak sengaja Nita menabrak seseorang yang datang dari arah berlawanan. Untung saja yang ditabraknya bukanlah ibu atau bapak guru yang rada killer, tetapi seseorang yang bernama Dimas (orang yang dikagumi Nita sejak dia duduk di bangku kelas 2 SMA, habisnya Dimas itu jago benget main bulu tangkisnya, permainannya seperti taufik hidayat kalau sedang berlaga. Nita  juga nggak pernah ketinggalan kalau dia sedang bartanding dan selalu memberikan support seratus persen meskipun Dimas sendiri nggak tahu akan hal tersebut. Intinya ada sayap-sayap cinta yang siap diterbangkan dari Nita untuk Dimas tetapi masih dibelenggu oleh aturan mom dan pap).

“Nita… Hati-hati dong kalau jalan.” guman Dimas lembut sambil membantu Nita berdiri. Saat-saat inilah yang sangat dinanti-nantikan Nita, biasanya kalau di novel-novel percintaan remaja, adegan-adegan seperti tadi merupakan potongan sketsa yang sangat romantis dan bisa membuat orang jadi teringat teruuuss. 

“I…iya! Sorry… gue lagi buru-buru nih!”
“Buru-buru kemana?” tanyanya penasaran.
“Adek gue pingsan dan sekarang gue harus ke UKS. Udah dulu ya Dim, bye!!!” sahut Nita cepat. Sekarang di dalam hati seorang cewek yang lagi dikelilingi kepanikan luar biasa ini hanya bisa berharap bahwa adiknya akan baik-baik saja.

“TUNGGUUU…!”
Ternyata dari belakang Dimas ikut berlari mengejar Nita, karena larinya sangatlah kencang… jadi nggak berapa lama dia bisa menyusul Nita ke UKS.

“YA TUHAANN…” sepotong kalimat yang sangat dramatis. Tentu saja Nita tidak bisa menahan perasaan sedihnya melihat adik satu-satunya sedang terbaring tak berdaya di tempat tidur UKS. Selain adiknya, Nita juga melihat teman-teman dekat Diana serta bu. Sitta, mereka juga tampak sedih sambil mengelus-ngelus kepala sahabatnya itu. Tetapi anehnya… hanya wajah Ben yang terlihat biru-biru, seperti habis dipukuli dan dia juga terlihat sedang diobati oleh Joy dan Chika.

“Kak Nita… Kak Dimas…” ucap Vaness sambil sesekali terisak, kemudian dia langsung menghampiri kakaknya Diana.
“Ness… ap…apa… yang terjadi sama di… Diana???” tanya Nita terbata-bata.

Mendengar cerita Vaness seperti mendengar petir di siang bolong. Apalagi peristiwa ini disebabkan oleh EDHU!!! Orang yang paling ditakutin Diana setengah mati. Lalu dengan perlahan Nita mendekati Diana, ia nggak bisa lagi membendung perasaanya hingga akhirnya dia menangis histeris. Meskipun sering banget berantem (antara Nita dan Diana), mereka pasti langsung cepat akur dan berpelukan lagi, jadi… jelas aja kalau di dalam lubuk hatinya bisa terlukis betapa sayangnya Nita terhadap Diana dalam status Kakak-Adik.

“DI!!! BANGUUUNN!!! Hiks…hiks… Banguuunnn DI!!!” teriak Nita sambil menangis hebat dan menggoyang-goyangkan tubuh adiknya agar segera siuman.
“Nit!! NITA!!! Udah… udah… gue yakin bentar lagi dia sadar! Mendingan kita sekarang masuk kelas, bel sekolah udah bunyi tuh…” sahut Dimas menenangkan.
“Ta… tapi… hiks… siapa yang bakalan ngejagain adek gue??? Gue nggak mau dia sendirian di sini!!!”
“Biar kami aja kak!” sela Vaness tiba-tiba.
“Iya, kak! Diana kan adik kami juga, jadi kami akan jagain dia sampai siuman…” tambah Ucha diikuti anggukan dari Chika, Joy dan Ben.
“Beneraann???” tanya Nita memastikan.
“Iya, kak… Kami janji!!” jawab Ben yakin.
“Kalau begitu, kakak titip Diana dan makasih banyaakk ya buat kalian…”
“Iya, kak! Sipp…” sahut Chika centil sambil mengacungkan jempolnya.
“Kalo gitu, semuanyaa permisi…”

Sebenarnya berat bagi Nita untuk meninggalkan adik kesayangannya itu. Walaupun di sana sudah ada teman-temannya yang menjaga, tetapi tetap saja hati kecilnya terus mengkhawatirkan keadaan Diana. Akhirnya dengan berat hati sebelum keluar UKS, Nita berbisik pelan, “Diana cepet siuman, kakak sayang sama kamu…”

Lalu, Nita menjauhi ruang UKS dan kembali ke kelasnya ditemani Dimas.

***

“EDHU APA YANG KAMU LAKUKAN TADI??? MEMALUKAN!!!” bentak Pak. Seno terhadap keponakannya itu.
“Alaaah… Cuma berantem kecil-kecilan! Namanya juga cowok!”
“Tapi… kamu itu telah berbuat kesalahan!” tambah bapak guru yang memiliki kumis setebal Pak. Raden.
“Kesalahan apa??? Karena gue bikin Diana nangis, gitu!”
“Itu salah satunya! Om nggak habis pikir, kamu itu maunya apa sih?? Kamu tuh harusnya bersyukur telah diberi kebebasan, tapi… tapi kamu malah berbuat seenaknya gini! Tolong jangan rusak reputasi papa kamu sama om!” jelasnya panjang lebar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya yang rada-rada licin alias setengah botak.
“Reputasi? Ngerusak? Siapa sih om yang ngerusak reputasi papa sama om? Hah! Om… Edhu itu cuma cinta sama Diana!!! Cinta mati!! Om harus ngerti gimana perasaan Edhu!!!!”tukas Edhu nggak mau kalah.

“Tapi dia nggak cinta sama kamu dan…”                                                                  
“ENGGAK!!!” potong cowok keras kepala itu nggak percaya.
“Baiklah… kalau kamu bersikeras untuk mendapatkan Diana, silahkan! Tapi jangan kasar! Atau kalau kamu mau kasar, silahkan dilakukan di luar sekolah ini! Jangan buat om dan papa kamu malu seperti ini. Ngerti??”
“Hmm…ya om.” jawab Edhu singkat.
 “Ya sudah… kamu balik ke kelas sana! Belajar yang bener, karena… ingat!! Tiga bulan lagi kamu ujian kenaikan kelas!”

Lalu dengan gontai Edhu kembali ke kelasnya yakni kelas 2 E –IPS yang terletak di gedung satu, sambil menahan sakit akibat memar di wajahnya.

***

“Kalian sebaiknya ke kelas, sekarang! Sebab ibu juga nggak bisa berlama-lama di sini karena harus menjaga perpustakaan.” ucap bu Sitta.
“Tapi bu… Diana belum siuman dan kita semua di sini nggak bisa biarin Diana tinggal di ruang UKS ini SENDIRIAN…” bela Vaness yang nggak tega meninggalkan adik ‘bontotnya’ yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri.
“Ibu mengerti… tapi kalian kan juga harus mengikuti pelajaran selanjutnya… Ingat lho! Bentar lagi kalian akan menghadapi ujian kenaikan kelas.”
“Bu… Plizz…” Vaness, Ucha, Joy, dan Chika terus memohon kepada bu. Sitta agar diizinkan untuk tidak mengikuti pelajaran. Namun, sepertinya bu. Sitta tetap menolaknya.
“Udah guyzz… Biar gue aja yang nemenin Diana di sini! Lagian kalo kalian ke kelas dan lanjutin pelajaran, gue sama Diana… bisa minjem catatan kalian. Ya kan??” ujar Ben sepenuh hati.
“Be…ben… Elo kan masih sakit!” sahut Chika khawatir dan sangat nggak setuju terhadap usul Ben. Setidaknya selain Ben ada lagi yang mau nemenin Diana tetapi dalam kondisi yang sehat, bukan seperti dia.
“Chik, gue nggak pa-pa kok!  Tenang aja… justru kalo gue yang nemenin kan ada alasannya! Ntar kalian tinggal bilang sama Pak. Widodo kalo gue sama Diana masih sakit dan harus istirahat di UKS. Gimana???”
Chika, Vaness, Joy, serta Ucha saling berpandangan, mereka seakan bingung harus memberi putusan seperti apa?? Namun, penjelasan Ben telah mendapat dukungan dari bu. Sitta. Penjaga perpustakaan itu bilang bahwa mereka berempat bisa mengecek kondisi Diana sepulang sekolah nanti.

“Ya udah… Tolong jagain Diana ya, ben!” akhirnya Vaness ‘ibu dari geng Nero’ buka suara dengan nada memberat, yang lainnya terpaksa setuju dengan keputusan Vaness. Setidaknya mereka masih tetap bisa berdoa dari jauh agar Diana cepet baikkan.
Akhirnya Chika, Ucha, Joy, dan Vaness bersama dengan bu.Sitta meninggalkan UKS. Namun sebelum pergi, Vaness membisikkan sesuatu di telinga Ben… “Jaga dia Ben!!! Kalo ada apa-apa langsung calling gue di kelas… Gue bener-bener nggak mau sesuatu yang buruk terjadi sama dia… Gue… gue… sayang bangeeettt sa…samma di…dia…” Kalimat tersebut diucapkan Vaness sambil menahan rasa tangisnya dan kemudian Ben membalas bisikkan Vaness “Tenang aja Ness… Gue ngerti! Perasaan gue juga sama kok… kayak loe!”

***

Kelas 3B- IPS…

Dua jam telah berlalu, rasa cemas dan kegalauan masih menyelimuti Nita. Dia benar-benar ingin tahu bagaimana kodisi Diana, sudah siuman kah dia? Atau masih seperti tadi? Yang pasti Nita harus berusaha untuk berpikir positive karena “Positive thinking causes good news”.

“Gimana keadaan adek loe, Nit??” tanya Riri, teman sebangku Nita.
“Mana gue tahu! Ri, gue… punya ide rada gila nih!”
“Ide apaan??”
“Sini gue bisikkin…”

Lalu mereka berdua mulai menjalankan rencana Nita. Tiba-tiba Riri meronta-ronta kesakitan sambil memegangi perutnya. Nita bangkit dan meminta izin kepada bu. Hera agar diperbolehkan ke ruang UKS untuk mengantarkan Riri. 

Bu. Hera merupakan guru sejarah yang bener-bener sudah terkenal dengan ke-killerannya dan paling susah buat diajak kompromi. Maksudnya kalau minta izin ke luar, contoh: ke toilet, Waahh… dia nyampe mikir dua kali dan itu juga cuma dikasih waktu paling lama lima menit, lebih dari lima menit bakalan ada kosekuensinya. Bahkan di usianya yang sudah hampir kepala empat, belum juga kawin-kawin (Parah khan???!!) Anak-anak yang sebel sama dia, juga memberikan julukan kepadanya yaitu “Perawan Tua  Yang Dipertanyakan…” (Wadduuh!)

“Addduuuhh… sakiiitt banngggeeett buuu…” teriak Riri merintih-rintih bahkan kelihatannya dia hampir muntah!
“Ya sudah! Nita cepat bawa Riri ke UKS! Cepat!!!”
“Ba…ba…ik bu!” jawab Nita sambil menyimpulkan seulas senyum licik.

Rencana mereka untuk escape dari pelajaran bu Hera sukses!!! Riri sampai ketawa terbahak-bahak, katanya ekspresi bu. Hera tegang gitu deh… Kayaknya Riri cocok tuh jadi bintang sinetron yang judulnya “Rintihan tiada akhir” (Weeekss… Mana ada?!). 
Kemudian mereka berdua berlari secepat kilat, turun tangga, menuju ke UKS yang jaraknya agak- lumayan- jauuuhh… Sekali-kali berbohong demi kebaikan juga nggak ada salahnya kan!

Ruang UKS…

Ben terus menjaga Diana tepat di samping tempat tidurnya, gadis itu masih pingsan. Tanpa terasa Ben mulai menitihkan air mata, dia tidak tahan lagi kalau harus menyaksikan Diana yang terbujur kaku sementara untuk waktu yang lebih lama lagi.

“Di… bangun! Ini gue, gue… Ben! Di, jangan bikin gue cemas kayak gini… Gue nggak tahan lagi kalau harus liat loe dalam kondisi seperti ini….
….. Tuhan, aku mohon sadarkanlah Diana! Dia yang selalu memberikan aku semangat Tuhan… dia yang membuat aku merasa memiliki sebuah keluarga meskipun hanya dari teman satu sekolahan. Tuhan… kalau ini semua gara-gara aku, tolong hukum aku aja!!! Toloongg… Diana nggak salah ak…aku yang salaahh Tuhaaann…” 

Ben terus memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa. Satu jam lagi bel pulang akan berbunyi berarti hari ini dia sama saja seperti izin untuk tidak sekolah padahal berada di sekolah tepatnya ya… di sini! Di UKS!!!
Tak terasa air mata Ben terus berlinang, padahal Ben adalah seorang yang sulit untuk menangis apalagi sampai sebegininya. Tetesan air mata cowok itu tepat mengenai tangan Diana. Sambil terus membelai rambut Diana yang panjang dan hitam, mulutnya tak berhenti untuk mengucap nama Tuhan…

Tiba-tiba Diana mulai membuka matanya dengan perlahan, lalu menoleh ke sebelah kanan tepat ke arah Ben yang sedang tertunduk menangis.

“Bbb…ben…” suara gadis itu parau dan nyaris tak terdengar, tetapi Ben dapat menangkap getarannya.
“Di…Diana!!! Loe udah sadar… Ya Tuhaann…! Makasih!!!” ujar Ben senang sekali.
“Ben… kamu kok nangis??? Emm… Aku di mana?? Apa yang terjadi???” tanya Diana bertubi-tubi, sama sekali nggak mengerti duduk perkara yang sedang dialaminya.
“Gue nggak nangis kok! Gue Cuma takut loe kenapa-kenapa, sekarang loe di UKS dan…”
“Ya Tuhaann!!! Muka kamu… memar-memar begini!” potong Diana sambil meraba wajah Ben yang bonyok dan luka.

Kemudian Diana baru teringat apa yang dialaminya, seketika saja dia langsung menjerit ketakutan, “Edhu… Dia nggak di sini kan!!! IYA KAN!!!” Gadis itu langsung terbangun dan menangis ketakutan sambil memegangi selimut. Diana bangun sedari menjauhi Ben.

“Di! Loe aman kok! Jangan takut, di…” ujar Ben menenangkan. 
Kemudian Diana jatuh terduduk di lantai, dia bingung, hari ini serasa mimpi terburuk dalam hidupnya, dan rasanya dia ingin segera bangun.

“Di… sudah jangan menangis… loe aman, kok! Di sini Cuma ada gue… Di… di… percaya sama gue, cowok sialan itu nggak akan lagi ngeganggu loe…”  

Ben membantu Diana berdiri lagi, gadis itu langsung memeluk cowok yang dianggapnya sebagai abang setelah kakak kandungnya. “Aku takuuutt Ben… Aku takkuuutt…” rintih gadis lugu itu berulang kali. 
“Percaya sama gue! Loe aman dan gue janji akan ngejagain loe, di…”

“DIANA!!!” tiba-tiba dari balik pintu UKS datanglah sosok Nita bersama sahabatnya ‘Riri’. Mereka berdua langsung mengucap syukur kepada yang di atas dan memeluk Diana secara bergantian.
“DDek… Kakak khawatir banget sama kamu!!!!”
“Kamu nggak pa-pa kan, Di???” tanya Riri lembut, ternyata Riri juga ikut merasakan sedih atas apa yang dialami adiknya Nita.
“Nggak pa-pa, kok! Kak…”

Sementara, Ben menyingkir dan mengeluarkan handphone- nya, kemudian memencet nomor Vaness… 

Kelas 2A –IPA…

Tiba-tiba handphone nokia seri N70 milik Vaness bergetar dan di layar tertulis nama ‘Ben’. Diam-diam Vaness mengangkat panggilan itu, meskipun bahaya banget kalau sampai ketahuan sama bu. Laeli –guru bahasa inggrisnya.

“Ha... halo! Ad…ada apa Ben? To the point aja, yah…” bisik Vaness was-was.
“Gue mau ngabarin kalau Diana udah sadar!”
“Beneran??”
“IYA!!!!”
“Terima kasih Tuhan… Ya udah, entar gue sama anak-anak langsung ke UKS abis bel pulang. Loe tetep jagain dia ya! Jangan ninggalin dia sendiri! Udah dulu ya… bye!!!” ucap Vaness cepat lalu langsung mematikan handphonenya, untung saja bu. Laleli nggak sadar… Fiuuhh… 

Bukan Vaness saja yang senang dan lega mendengar kabar dari Ben, tetapi Ucha, Joy, dan Chika bersama-sama mengucap syukur kepada yang kuasa dan mereka semua sudah nggak sabar lagi ingin cepat-cepat ke UKS, melihat kondisi Diana sekarang.

Ruang UKS…

“Nit kayaknya kita harus balik lagi ke kelas! Kalo kita masih lama-lama di sini, entar di kelas kita bakalan di tegor sama ibu Hera si Perawan Tua itu!”
“Iya…! Mmm… Dek! Kakak balik ke kelas ya… mmuaahh!” guman Nita sambil mencium kening adiknya yang tersayang, kemudian membaringkannya lagi di tempat tidur.

Sebelum pergi, Nita Mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Ben, ia merasa berhutang budi terhadap cowok itu.

***

Bel tanda pulang telah menggema ke seluruh sudut ruangan. Anak-anak pada berteriak senang dan gembira, begitu juga geng Nero. Mereka langsung cabs ke UKS untuk menemui Diana dan Ben.
 Sampai di dalam ruangan yang bau obat-obatan itu, geng Nero langsung menemui mereka berdua. Semuanya senang dan lega melihat keadaan Diana yang sudah lebih baik bahkan dia sudah bisa tersenyum lagi. Vaness yang sedari cemas langsung memeluk Diana, ‘ibu dari geng Nero’ ini kelihatan begitu tenang dan pikirannya kini sudah plong. 

Akhirnya Diana dibawa pulang bersama dengan Nita, dia harus beristirahat. Diana sangat berterima kasih kepada teman-temannya yang begitu solid dan juga kepada kakak tercintanya, serta  Tuhan.

“Aku pulang dulu ya, teman-teman! Sekali lagi terima kasih!” pamit Diana kepada semua sobat geng Nero nya.
“Jangan lupa elo istirahat! Banyak makan! Dan lupain kejadian ini… Besok gue mau lihat elo segerr!!! Ya…” pesan Vaness.
“Iya mama…” kata-kata penutup Diana, membuat Joy jadi cengengesan sendiri. Dengan usil dia mengulang kata-kata Diana tadi lebih jelas dan keras membuat Ucha, Chika, dan Ben ketawa dan Vaness langsung menonjok bahu Joy dengan mimik kesal. 
“Itu kan pujian tau!!! Daripada loe ‘Pangeran dari sebrang empang!’ Hu…” balas Vaness nggak mau kalah.
“Hahahahahaaa…” ujar anggota geng Nero yang lain tertawa geli.


***






*Cerita buatan fiksi yg tak kunjung ending
Dibuat sejak 2008 sekitar masih SMP
masih komputer  dengan disketnya. Lol
HAPPY READING :)

*Pict.source: https://wallpaper-house.com/group/gambar-emo-wallpapers/index.php

MY L.O.V.E (PART 19) #Untold Story

SEBUAH PENGAKUAN (III) Diana menatap Micky, tatapan cowok itu begitu kelabu. Tidak ada sinar yang terpancar di sana. ...