Senin, 10 September 2018

MY L.O.V.E (PART 19) #Untold Story












SEBUAH PENGAKUAN (III)



Diana menatap Micky, tatapan cowok itu begitu kelabu. Tidak ada sinar yang terpancar di sana. Gadis itu menggenggam tangan Micky lebih erat dari sebelumnya meski dalam keadaan membisu.


“Diana apa yang bakal kamu rasain kalau kamu tahu penyebab kematian ayahmu itu karena sebuah tindakan kriminal??” tiba-tiba pertanyaan terlontar dari bibir Micky di tengah kesunyian mereka berdua.


“Tentu aku sangat sedih Mick dan... juga marah. Tapi, yang pasti pertama aku cari tahu adalah orang yang menyebabkan ayahku meninggal...”

Micky mendadak tersenyum, kemudian melanjutkan ceritanya itu...


“Aku juga melakukan hal yang sama. Tidak begitu sulit untuk mengungkap pelaku pembunuhan ayahku. Tetapi, ada satu yang sangat aku sesali di...”

“Apa itu Mike?”

“Yang membunuh ayahku ternyata teman bisnis ayahku sendiri... Dan dia sekarang udah mendekam di penjara, meskipun dia juga akan bebas lagi saat masa tahanannya habis. Padahal teman bisnis ayahku itu adalah ayahnya Liliana. Aku menyesal...”

“Maksud kamu?”

Nafas Micky memberat, “Li..liana itu adalah pacarku di... hmm calon tunanganku nanti.” Mulut Diana terkunci, matanya membulat, seakan tidak mau percaya.



***


“Makasih ya Diana udah mendengar semua cerita masa laluku.”ucap Micky setelah

mengantar Diana sampai ke rumah.

Gadis itu tersenyum, “Iya Mike... Kita ini teman dan teman harus saling berbagi suka dan

duka. Kalo kamu mau, aku bisa ajak kamu kenalan sama teman-temanku besok pas pulang sekolah. Pokoknya kamu harus melupakan kejadian buruk itu... anggap aja ini jalan cerita hidup mu. Naskah yang udah Tuhan ciptakan buat kamu... aku yakin ada hikmah tersendiri dibalik semua yang kamu alami...”



Micky menatap bola mata Diana lekat, hatinya lega dan tenang, ia merasa kembali menemukan jalan hidupnya yang sempat berantakan. Semangat itu deras mengalir dan dalam hatinya ia berjanji akan lebih mendekat pada Tuhan karena baginya hikmah terindah yang di dapatnya sekarang adalah menemukan sosok Diana, bidadari keajaiban di hidupnya kini.

“Aku berhutang budi padamu, di... Kebaikanmu akan slalu aku ingat.” “Hahaha, santai aja Mike. Ini bukan apa-apa kok! Ayo kamu semangat yah!!”

Tanpa ada keraguan, tiba-tiba saja Micky mengecup kening Diana lembut. Lutut Diana mendadak lemas, dia tak berkedip terus menatap Micky seraya bayangan cowok itu menjauh dari hadapannya.


***


Seandainya aku bisa mengulang saat itu dalam mimpiku Aku pasti akan terus tidur terlelap
Seandainya aku bisa merekam hal itu pada sebuah video Aku pasti akan terus memutarnya ulang

Seandainya aku bisa menghentikan waktu tuk beberapa saat Aku pasti akan terus membiarkannya
Seandainya aku bisa


Aku terlalu banyak berandai sepertinya...



Diana menarik selimutnya dan memeluk boneka Teddynya yang besar -erat. Seraya membayangkan tulisannya dapat menjadi kenyataan dalam mimpi terindah bersama ‘dirinya’.

Nice dream, my handsome guy...





***

*Cerita buatan fiksi yg tak kunjung ending
Dibuat sejak 2008 sekitar masih SMP
masih komputer  dengan disketnya. Lol


HAPPY READING :)




*pict. source: 
https://www.pinterest.com/pin/314126142732544760


Kamis, 06 September 2018

MY L.O.V.E (PART 18) #Untold Story




Sebuah Pengakuan (II)



Setelah pamit, tanpa berlama-lama lagi, Micky dan Diana pun pergi ke suatu tempat dimana cowok itu rindukan. Ia merasa sudah siap mental untuk mengungkapkan sesuatu ‘rahasia’ kepada gadis –tetangga depan, yaa... sahabat terdekatnya saat ini. Micky bertekad bulat untuk membuka lembaran baru dalam kehidupannya dan meninggalkan masa lalunya dibelakang...

***

“Mike ini kan...”

Mata Diana terbelalak saat sampai di tempat tujuan. Ia bingung. Tiba-tiba muncul sedikit rasa duka, apa maksudnya Mike mengajaknya ke tempat ini? Apa Diana ketinggalan sesuatu tentang Mike???

“Iya Di... ayo kita masuk.” Ajak Micky. 

Tak begitu terlihat perasaan sedih di wajahnya. Ia tetap tersenyum –meskipun... itu hanya sebuah senyuman kecil.

Micky menarik nafas panjang, mencoba mengatur perasaannya. Cowok itu berusaha menahan diri dari segala rasa duka ketika ia melihat tempat ayahnya tinggal kini.

“Diana... kenalin ini ayahku... Dia sekarang udah tenang, ayah tinggal bersama Tuhan...” ucapnya pelan.

Gadis itu melihat sebuah batu nisan. Di sana terukir sebuah nama,

Leonardo Bastian Andreas Lahir 13 Juli 1959
Wafat 12 Desember 2010


“Mike aku... Aku turut berduka cita Mike...” Hanya sebaris kalimat itu yang bisa dilontarkan Diana. Air matanya tak terasa sudah menggenang dan jatuh ke pelupuk mata. Apa sekarang aku harus bersedih lagi... Aku benar-benar merasa bukan sahabat baik Micky... Om... Semoga om sekarang bahagia di sana... Diana hanya bisa berdoa dari sini...

Kemudian, Micky mengelus nisan ayahnya, perasaannya mulai berkabut. Rasa berkabung itu masih belum pupus karena ia sekarang harus membuka lembaran hitam yang telah mewarnai kehidupannya. Hari ini seperti hari kemarin –hari terakhir ayahnya meninggalkan semua kenangan itu... meninggalkan Bella dan cowok itu...

“Ayahku adalah seorang yang terhebat dimataku...”ujarnya membuka cerita dan Diana pun mulai mendengarkan kisah ‘itu’.

“... dulu kami bertiga selalu menghabiskan hari minggu seperti ini dengan jalan-jalan ke alam terbuka, yah entah danau... pantai, di gunung, atau pinggiran sungai yang jernih. Ayah selalu menyukai itu... Kami piknik, bercanda, mengobrol, bermain. Aku dan ayah sangat senang main tangkap bola –itu lah favorit kami. Hehe... kedengarannya terlalu kanak-kanak, tapi... hanya itu yang paling membekas dalam ingatanku. Ayah memang orang yang sibuk, bahkan hanya hari ‘minggu’ mungkin aku bisa bertemu dengannya. Kalau ayah ada tugas di luar negeri, aku dan bunda hanya bisa menunggunya datang di akhir bulan. Karena ayah pasti selalu akan datang... Ayah selalu memberi kejutan padaku dan bunda... entah dengan hadiah ataupun waktu kedatangannya yang tidak terduga...”

Nafas Micky agak mulai memberat...

“...Ya tapi tidak seperti hari itu, hari yang tidak akan aku pernah lupa seumur hidup. Hari yang aku tunggu bersama bunda –Hari minggu, 12 Desember tahun lalu. Tepat di hari ulang tahunku ke-17...

Micky berhenti sejenak... Terasa sekali getaran kesedihan mengelilingi mereka berdua... Diana membisu, sementara Micky lalu melanjutkannya...

... Ayah seharusnya sudah datang seperti yang dijanjikannya, pukul Sembilan malam. Aku menunggunya bersama bunda... Tapi sampai hampir jam dua belas malam ia juga tak kunjung datang. Aku sudah terlalu lelah hingga aku tertidur. Aku tetap menunggunnya. Sedangkan Bunda masih tetap terjaga sampai jam dua belas itu terlewati, tetapi tidak ada tanda- tanda ia mau datang. Kami masih berpikir mungkin ini sebuah kejutan seperti biasanya, tapi ternyata aku salah....”

“Mike...” Diana menggenggam tangan cowok itu, lembut.

“...Jalan Tuhan memang nggak bakal bisa ditebak dan aku telah membuktikannya. Saat pukul satu aku terbangun dan melihat bunda masih terduduk melihat televisi, ayah masih belum datang. Bunda berkata berulang kali kalau ayah akan baik-baik saja. Namun, tak lama kemudian, telpon rumah berdering. Bunda langsung mengangkatnya. Percakapan itu tak membutuhkan waktu lama. Aku melihat Bunda yang terduduk lemas, bahkan aku sempat heran karena genggaman telponnya tergantung begitu saja. Hubungan telpon sudah terputus. Lalu, aku membantu bunda berdiri, bertanya apa yang sedang terjadi dan...

“Dari siapa bun? Apa itu ayah?”
“....”
“Bunda?”


Bella langsung memeluk anak semata wayangnya itu, ia mengusap kepala Micky dengan

rasa penuh kasih, tak lama kemudian ia hanya dapat berkata...

“Ayah tidak akan pernah datang lagi, nak... Maafkan Bunda...Tuhan tahu tempat yang terbaik untuk diberikan kepada ayahmu sekarang... Aku dan ayahmu tidak bisa memberimu kado bahagia kami untukmu, Mick... Maafkan Bunda...”

...Bunda sangat tegar dan entah kenapa aku jadi malu bila aku menangis. Pagi itu –di hari minggu, aku tetap merayakan ulang tahunku di sini. Sebelum di makamkan, aku melihat jasad ayahku terbujur kaku di ruang mayat rumah sakit itu, tampak ada ‘bekas’ yang membuatnya seperti ini. Aku menyentuhnya dan menangis, tapi hanya sekedar isakan bukan tangisan besar. Aku membisikkan sesuatu padanya, hanya sebuah kalimat pendek karna aku tak tahu harus berkata apa kala itu, aku bilang... 

“Aku sayang ayah dan aku ikhlaskan ayah pada Tuhan...” Setelah itu, aku merasa ayah sedang tersenyum damai, senyuman yang paling tenang yang pernah aku lihat...”


Diana menatap Micky, tatapan cowok itu begitu kelabu. Tidak ada sinar yang terpancar di sana. Gadis itu menggenggam tangan Micky lebih erat dari sebelumnya meski dalam keadaan membisu. 



***


bersambung...




*pict. source: https://imgur.com/gallery/E5UUH

Selasa, 04 September 2018

MY L.O.V.E (PART 17) #Untold Story








Sebuah Pengakuan


Matahari kembali hadir dengan sinarnya terang menembus jendela kamar Diana. Membangunkan gadis itu, entah kenapa Diana merasa ia bisa tidur pulas malam tadi. Badannya terasa lebih segar. Kemudian, setelah bangun dengan seulas senyum sedari menatap matahari dari balik jendela kamar, ia pun menyalakan hp mini blacknya dengan sisa low baterai.


Sms masuk bertubi-tubi, rata-rata sms kemarin malam yang tak sempat ia buka. Namun, ternyata ada sms baru yang membuat semangat pagi ini bertambah! Bahkan Diana merasa seperti habis meminum suplemen vitamin penguat tenaga.


“Dianaaa!!! SELAMAT PAGI! Berikan senyuman terbaikmu pada dunia! Maka kami semua akan terasa damai :D HEHE. SEMANGAT! Happy Sunday!”
From : Ben >PErfECto!!!

Diana nggak nyangka abangnya bisa menulis pesan dengan kata-kata hiperbola gitu, gadis itu tertawa, lalu cepat-cepat membalasnya...

“Halo. Sori ini siapa?”Tanya yang di seberang sana.
“Hohoho. Selamat anda memenangkan motor beroda tiga!”sahut Diana dengan suara bass di buat-buat sambil cekikikan menahan tawa.

“Eh. Maaf mas mungkin anda salah sambung. Lain kali jangan pake private number mas biar orang nggak takut.” Jawab cowok itu.

“Saya tidak mungkin salah pencet nomor. Saudara bernama Benjamin Fredrick Edison yang semalam jadi supir saya kan? Hohoho.”balas Diana lagi. Kali ini ia benar-benar menahan geli! Hahahaa...Pasti Ben langsung manyun nih abis ini!

“Ehem. Mau coba-coba ya?”ujar Ben dengan nada curiga.
“Coba apa?”
“Mending telponnya tutup aja aaah..”cetus Ben.


“Eiits... Eitt!!! Jangan! Hehehe. Pagi abangku tercintaaaa..” teriak Diana kembali dengan

suara toa-nya itu.

“Kan gue supir tadi katanya!”tandas Ben sok marah. Padahal dia sekarang tengah balik

nyerang Diana –akting. Hehe..
“Abang Beennn... Maaaaafff... Kan aku bercanda tadi. Jangaaan jadi bete donggsss, ya?

ya? yaa?” Diana mulai merayu abangnya yang sepertinya rada ngambek. “Hemm... Gimana yah? Dimaafin gak yah?”

Diana mulai merengut. Perasaannya antara bete tapi juga ngerasa bersalah udah ngerjainnya abangnya. Akhirnya gadis itu merengek manja minta di maafkan, sedangkan Ben cuma diem, padahal jauh dari handphone Nokia E7nya, cowok itu tertawa terpingkal-pingkal.

page74image5785056
Ben nggak habis pikir kalo dirinya bisa juga pura-pura dan balik ngerjain adik kesayangannya itu.

“Hmm yaudah deh, padahal maksud aku telpon kamu kan cuma pengen bales sms hiperbol kamu Ben. Tapi malah jadi buat kamu bete mendadak, ya sudah deh jadi...”

“Jadi makasih yah adikku sayang, heheheee...”potong Ben akhirnya. Cowok itu jadi iba dan nggak tega kalo Diana udah mulai ngomong kayak gitu.

“Hahaha gue tadi bercanda dii... Bales ngerjain loe! Jadi skor kita sama yaa!! Satu sama!!” tambah Ben sambil tertawa puas.

“BEEENNNN!!!!! Iiiiiihhhhh iseeengg! Jahaaat!!!!”dumal Diana merasa kalah. Gadis itu merasa sekarang ia ‘kena batunya’. Andai ada Ben beneran di sampingnya, waaaa nggak segan- segan buat Diana mencubit lengan Ben lagi. Tiada ampun!

“Hehee, abis loe pagi-pagi nelponnya pake private number. Hampir nggak gue angkat. Hehee, peace yak! Damaiii... Kan damai itu indah!”

“Huuu.. iyaa iyaa.. Aku kalah! Tapi nanti pasti aku balas!”
“Haha, okeh gue tunggu tanggal mainnya. Oia, by the way, loe udah baikan kan?” Tanya Ben ramah ketika suasana sudah kembali normal.

“Iya bang! Aku malah segeerrr banget pagi ini! Di tambah lagi pas abis baca sms abaang, hahahaaa.”

Ucapan Diana yang penuh keceriaan membuat Ben sangat senang dan hatinya jadi tenang. Ia tak lagi cemas dan menjadi bersemangat dua kali lipat. Gue bersyukur! Makasih Tuhan!

“Ben, kalo gitu happy Sunday ya buat kamu!!! Aku mau mandi sama sarapan dulu niihh... Hehee, nanti lanjut lewat sms aja. Kamu juga mandi gih, bau tuuhh, asem, haha.”

“Iyaaa Diana jeeleeekk, loe kali yang baunya udah merapat sampe rumah gue, haha. Oke deh, baik-baik yah loe. Gue... gue akan slalu ada...”

Tut..tut..tut...


“Yaaah, Apa Ben?? Halo! Halo Ben! Aduuhh pake mati hapenya! Maap yah abang! Pokoknya tadi apapun itu, aku mau bilang aku sayang kakak Beeeennn!!” ujar Diana tersenyum sumringah, lalu setelah itu ia segera turun ke lantai bawah karena lapeeeeerrrrrrrrrr!!! Pengen sarapaann mooommm!!


***


“....selalu ada buat loe.. Eh? Halo di? Diana? Laah kok mati tiba-tiba? Hmmm yaudahlah paling tuh anak udah kebelet sarapan, hehe..”guman Ben sendiri.

“Mas Ben, sarapan yuk! Udah bibi siapkan, nanti keburu dingin lho..” ucap bik. Mar. Ben langsung mengangguk semangat. Sebentar ia pandangi foto kesayangannya itu, lalu dikecupnya gambar gadis yang tengah tersenyum manis –seseorang yang paling istimewa bagi Benjamin.

Tiba-tiba...
(1 message)
“Bro jangan lupa hari ini ada latihan basket di tempat biasa! On time!” From : Johannes Phillips –Joy

“Hehe dasar Joy, harusnya gue ngomong gitu ke dia.. Halaaah..”

“Iyeeh cumi, gue mah on time! Hahaha, okay! Lu telat gue jitak.” Reply : Johannes Phillips –Joy (Sending...)

***


“Non Diana, maaf ada tamu non..” panggil bik. Tinah.

Lalu tanpa menanyakan siapa tamu yang mengganggu keasyikan Diana yang tengah membaca novel new moon barunya itu, ia langsung cepat-cepat pergi ke ruang tamu. Dan ternyata orang itu...

“Hai, di!” 
“Hai, Mike!!”

Diana bengong, ternyata ada mom di sana lagi ngobrol sama Micky, ia cuma bisa senyum gigi, “Mom... mom udah kenal sama..”

“Udah sayang, tuh kamu cepet ganti baju sana. Kamu temenin Micky pergi.”

“Ha?? Aa..aku nggak ngerti.” Entah ada angin apa??? Kok bisa mom ijinin Diana pergi tanpa halangan apapun, God!! What’s going on? Kok aku jadi linglung??”

“Udah cepetan, kasian Micky nanti nunggu. Ayo sana!” perintah mom lagi.

Yaaa.. apa boleh buat ?? Diana langsung ngacir ke kamarnya dan langsung segera siap- siap. Pas dia ngelewatin kamar kak Nita, eh.. ternyata orangnya masih tidur, nyenyaaakk banget. Kebiasaan minggu! Ya begini deh pada males-malesan!

“Aku siap!” ucap Diana sambil cengengesan sendiri. Dia seperti mimpi... Akhirnya mom percaya kalo Diana udah gede dan bisa mandiri!

“Yaudah.. Micky kamu jagain Diana yah. Hati-hati di jalan... Tante turut berbela sungkawa ya Mick...”


“Iya tante sama-sama... Aku juga makasi banyak udah ijinin Diana supaya bisa nemenin aku. Nggak sampe sore banget kok tan, aku janji.”

Perkataan Mom barusan membuat Diana keheranan, Siapa yang meninggal?? Kok pake bela sungkawa... Emang mau kemana sih kita Mike??

Setelah pamit, tanpa berlama-lama lagi, Micky dan Diana pun pergi ke suatu tempat dimana cowok itu rindukan. Ia merasa sudah siap mental untuk mengungkapkan sesuatu ‘rahasia’ kepada gadis –tetangga depan, yaa... sahabat terdekatnya saat ini. Micky bertekad bulat untuk membuka lembaran baru dalam kehidupannya dan meninggalkan masa lalunya dibelakang...



*** 


to be continued..









*pict. source: 
taken from article: https://newsly.fr/2018/06/15/corps-decouvert-cave-a-rennes-sagissait-bien-dun-meurtre/ (Source : PublicDomainPictures - Pixabay)



Rabu, 29 Agustus 2018

MY L.O.V.E (PART 16) #Untold Story








Dia Ada Disini (III)



Loe itu hebat di... Loe tetep ngasih senyuman loe buat kita semua padahal gue tahu elo lagi nggak aman sekarang, ucap Ben dalam hati.


***

“Loe tunggu di sini ya, di! Gue ambil mobil dulu, soalnya kan tadi kita markirinnya rada jauh, kasian loe capek nanti. Oke?” 

“Iya Ben. Aku tunggu.”

Lalu, Ben mengelus kepala gadis itu lembut dan pergi untuk mengambil mobil. Sementara Diana masih siaga satu, hatinya was-was, pandangannya tak lepas untuk melihat sekeliling area parkir yang sepi.

“Filmnya seru kan sayang...”

Tiba-tiba saja terdengar suara bass yang tidak lagi asing ditelinganya. Gadis itu gemetar ketika hendak menengok ke samping kanannya, tepat di mana suara itu muncul. Dan...

“Please, kamu jangan ganggu aku lagi...”lirih Diana, ia sudah tidak tahan lagi untuk tidak menangis.

Kemudian, pemilik suara bass tersebut justru tambah mendekati Diana. Sekarang mereka berdua tengah berhadapan, lalu cowok itu mengangkat dagu Diana sehingga sepasang bola mata mereka kembali beradu persis seperti di dalam bioskop tadi. Diana hanya bisa pasrah dan air matanya tak berhenti mengalir.


“Kamu jangan nangis sayang, aku nggak bakal nyakitin kamu...”sahut cowok itu lagi dengan nada mesra sambil menghapus air mata Diana.

Sementara itu, Diana tambah ketakutan, ia ingin sekali menghindari tatapan ‘iblis’ itu tapi tak bisa, ia tak bisa mengelak, “Aku mohon... to..tolong lepasin ak..aku, ak..aku mohon.. aku janji.. aku kasih apa..apapun ya..yang kamu mau ta..tapi jangan gang..gu aku, dhu..” jelasnya terbata-bata. Pikirannya sudah kosong, ia hanya bisa berusaha untuk nggak pingsan di tempat.


“Aku Cuma mau kamu sayang... Aku sayang sama kamu di...”balas Edhu lagi sambil mengusap punggung rambut hitam Diana yang tergerai.

“Edhu... Rasa sayang itu nggak bisa di paksain. Aku bisa kok jadi temen kamu, aku mau asal kamu berubah. Nggak begini... Aku..aku...”

Lalu, Edhu menggenggam kedua tangan Diana dengan paksa, “Di! Kamu nggak ngerti yah?! AKU CINTA DI... Aku nggak peduli! AKU MAU KAMU! CUMA KAMU!”potongnya dengan nada tinggi dan penuh penekanan pada kata-katanya yang terakhir.

Diana pasrah dan tertunduk, ia nggak ngerti lagi apa yang harus dilakukannya untuk menyadarkan Edhu, kalo semua yang dia lakuin itu... ENGGAK BENER! Diana cuma bisa berharap supaya mobil Ben segera ke sini, berharap abangnya cepat datang... Ia tidak kuat lagi berhadapan dengan makhluk macam Edhu.

Ternyata, doa Diana cepat terkabul, tak lama kemudian sebuah mobil BMW hitam datang mendekati Diana. Sementara Edhu yang melihat dengan sigap menyingkir. Sebelum pergi ia pun setengah berbisik, 

“Diana... aku akan selalu sayang kamu sampai kapanpun dan aku nggak akan nyerah sampai aku miliki kamu, meskipun aku harus berhadapan dengan orang seperti Benjamin... Sampai jumpa sayang...” Setelah itu, seperti kilat, Edhu pun menghilang meninggalkan Diana berdiri mematung dengan tatapan kosong.


TIN! TIN!


“Diana... Ayo masuk.” sahut Ben. Hening.


Lalu Ben pun turun dari mobil dan menghampiri Diana. “Diana... Diana... Loe kenapa di?” ucap Ben berulang kali sampai akhirnya dia pun tersadar.

“Bbb... Ben..”

Ben menggenggam tangan Diana. Dingin seperti es. Cowok itu juga mengusap air mata Diana yang mengering. Tanpa keraguan, Ben memeluk kembali Diana, ia tahu kalo tadi penyebabnya pasti ‘orang itu’. Ben jadi merasa amat bersalah meninggalkan Diana sendiri, dalam hati ia berkali-kali mengutuki dirinya sendiri.

“Di.. udah kita pulang yuk. Biar loe bisa tiduran di mobil. Sekarang udah ada gue... Gue minta maaf di... Seharusnya gue nggak ninggalin loe. Udah jangan takut lagi ya di, gue janji nggak ninggalin loe lagi kayak tadi..” jelas Ben panjang lebar.

“Aku yang salah Ben... Aku belum bisa kuat.”balas Diana pelan.


Ben menghela nafas, berusaha menguatkan Diana, “Loe itu kuat kok! Kan loe wonder woman gue! Sekarang kita pulang, jemput kak Nita juga. Elo ntar sampe rumah tidur langsung. Tenang aja elo nggak sendiri di, Oke! Percaya sama gue...”

Diana menatap bola mata biru jernih cowok itu, ia merasa lebih baik, jauh lebih tenang, sepertinya omongan Ben telah membuatnya sedikit lupa tentang yang tadi dialaminya bersama cowok brengsek itu. Diana tersenyum lirih, “Iya Ben, aku pasti percaya sama kamu...

.... Kamu juga janji ya Ben jangan cerita masalah ini ke siapapun termasuk kak Nita... Aku nggak mau ungkit-ungkit ini lagi... Ini rahasia kita berdua ya Ben... Janji?”

Ben membalas senyuman Diana dan mengangguk, “Janji.”

Lalu mereka berdua pun segera meninggalkan area parkir tersebut. Sedangkan, Edhu yang menyaksikan pemandangan Diana-Ben hanya tersenyum sinis sambil menyalakan mesin mobil Ferrari hitam miliknya, 

“Elo liat aja nanti Benjamin! Harta loe pasti jadi milik gue dan itu nggak akan lama lagi.”

*** 



“Loe tadi nikmatin filmnya kan Nit?” tanya Dimas di tengah keheningan dalam perjalanan mereka pulang.

Nita hanya mengangguk seraya diam.

Dimas menarik nafas panjang, lalu memberhentikan mobilnya di pinggir jalan besar yang hanya dilalui sedikit kendaraan, “Jujur... gue sedih lihat loe begini... Gue suka Nita pas awal perjalanan kita tadi ke Mall. Gue tahu loe mungkin begini juga gara-gara gue, tapi plis kasih tahu gue dimana letak kesalahan gue Nit supaya gue bisa memperbaikinya. Gue nggak mau pertemanan kita harus ancur gini aja...” ucapnya.

Guratan wajah Dimas terbias rasa kecewa. Nita semakin tak berani menatap mata laki- laki itu, ia justru tertunduk tanpa balasan kalimat apa-apa.

“Nita... coba sekarang tatap mata gue....” Dimas memaksa lembut dan mengangkat dagu Nita, lalu memalingkan wajahnya ke hadapan wajah cowok itu sehingga membuat Nita bisa menatap guratan itu. Guratan yang ia tak mau dilihat, rasanya sakit. Perih.

“Gue mau bilang kalo gue juga...”

Sejenak Dimas memotong kalimatnya, membuat Nita semakin tak ingin melihat sinar mata cowok itu -Si atlet bulu tangkis yang sangat dikaguminya atau... di cintainya...
Dimas mendekatkan bibirnya ke telinga Nita sampai jarak mereka sangat dekat, lalu ia setengah berbisik, “Gue juga selalu nyaman kalo di deket lo Nit...”


Nita tak mengerti, bingung. Seharusnya malam ini adalah malam terindah baginya karena kalimat itu merupakan kalimat yang sangat Nita harapkan dari seorang Dimas, tetapi justru hatinya tambah perih. Apa mungkin ini karena ia merasa belum layak untuk mengisi kekosongan Dimas, ia merasa tak pantas untuk menggantikan Hesti –posisi mantan kekasih atau... cinta sejati Dimas.

Dimas menggenggam kedua pergelangan tangan Nita, tidak erat, tapi sangat menyentuh relung hati Nita. Akhirnya, Nita memberanikan diri untuk berucap, ia tidak ingin menunggu lebih lama lagi kalo berhadapan dengan Dimas dalam kondisi yang seperti ini. Pilu.

“Dimas... “sahutnya, terselip senyum kecil di sana.
“Gue seneng kok jalan sama loe...Gue juga suka filmnya... Gue minta maaf udah buat loe jadi bingung gara-gara gue. Maaf ya dim...”

Dimas tersenyum lalu menyentuh pipi Nita, “Nggak ada yang salah dan perlu dimaafin. Kita tetep jadi sahabat kan Nit? Gue nggak mungkin kuat kalo...”

“Iya Dimas, tenang aja. Mana mau gue nggak jadi temen loe Dim, hehe..” potong Nita cepat, ia tertawa kecil meski dihatinya terasa pahit. 

Tetapi Nita harus bersikap dewasa sekarang! Dia nggak boleh menunjukkan wajah sedih itu lagi, cukup untuk air matanya jatuh hari ini! Toh, Dimas juga tidak lagi menguraikan air matanya, hanya guratan kecewa itu...


“Nah gitu dong! Kalo lihat loe ketawa gini kan gue juga seneng, Nit! Gue jadi tenang sekarang... Kita terusin pulangnya ya, biar loe bisa cepet istirahat di rumah. Gue nggak mau loe jadi sakit gara-gara gue, hehehe.”timpal Dimas dengan tawa kecilnya yang khas –yang sangat disukai Nita.


Kini, guratan itu sepertinya sudah terhapus dari wajah Dimas dan Nita pun tersenyum mengangguk. Ia juga merasa jauh lebih tenang, seraya mendegar lagu Eqoutez- Simpan saja...


Ku akui dirimu pernah berarti...
Dan memang hidupku hampa tanpamu Namun lebih baik ku sendiri

Simpan saja rasa di hatimu
Sudah lupakan
Hasratku tak lagi untuk saling mencinta Sudah sampai disini...




*** 



to be continued



*pict. source:https://clip2art.com/explore/Drawn%20amd%20best%20friend/#go_post_10484_drawn-kopel-bed-14.jpg


MY L.O.V.E (PART 15) #Untold Story







DIA ADA DI SINI (II)


“Aku takut, Ben… Dia ada di sini…” balas Diana lirih. 

Ben terkejut mendengar perkataan Diana, sebisa mungkin Ben menenangkan Diana. Cowok itu mengerti apa yang diucapkan Diana barusan. Bola matanya sibuk mencari sosok yang gadis itu maksud, namun nggak berhasil karena terhalang kegelapan ruangan. Ben terus memeluk erat Diana supaya dia bisa sedikit merasa lebih tenang. 

Sementara itu, Edhu tetap tenang meski ia harus melihat kedekatan Ben dan Diana seperti sekarang, dia pun berbisik tajam “Gue akan merebut harta loe Benjamin! Awas lo! Permainan ini baru aja dimulai!”

***

“Waa! Selesaai juga akhirnya! Kereeen bangeettt!” puji Ucha berkali-kali.
“Betul betul betul!”tambah Vaness.
“Will smith gitu lho! Suami gue! Hahahaaa”ujar Chika kepedean, langsung disorakin sama Joy, Ucha, Vaness.

Sementara Diana hanya berjalan lemas saat keluar dari pintu bioskop. Entah kenapa dia tadi justru tidak melihat Edhu sama sekali di bangku itu. Bangkunya malah kosong saat lampu menyala. Namun, dia merasa yakin kalo tadi itu Edhu! Ya Edhu yang mengikutinya kemana dia pergi, apalagi tadi Edhu juga yang menulis pesan singkat bahwa dia benar-benar ada di dalam bioskop itu tadi.

Ben hanya bisa menggandeng tangan Diana, cowok itu nggak nyangka kalo Edhu masih bisa senekat itu. Padahal dulu Edhu sempat diancam bakal dikeluarkan dari sekolah akibat perlakuan buruknya terhadap Diana dan cowok itu juga berjanji tidak akan menggangu lagi, tapi kenyataannya salah! Ternyata mimpi buruk Diana belum berakhir! 

Niat untuk memberi kado istimewa itu diurungkan Ben, ia merasa malam ini bukanlah saat yang tepat. Keadaan Diana masih dalam ancaman besar. Sekarang, Ben justru harus berpikir cara untuk melindungi Diana dari kejaran Edhu dan juga supaya laki-laki itu berhenti meneruskan obsesinya yang berlebihan itu.

“Udah hampir jam 10 nih! Gue harus anterin Diana pulang, kalo nggak gue di sembur bokapnya dia, hehe, ya kan Di?”

“E..eh ya Ben! Iya guys, aku harus pulang dulu!”

Vaness tersenyum, “Iya dek, makasih yaa udah traktir kita-kitaa. Senenggg banget deh! bisa kumpul, jalan bareng gini!”

“Iyaaa Dianaaa, hehee, SERUU!!!” tambah Ucha langsung memeluk ‘adek bontot’ nya itu.

“Loe juga seneng kan dii???? Abis loe diem gitu.”ujar Joy tiba-tiba membuat hati Diana jadi ngerasa nggak enak. Tapi, mau gimana lagi, selama di dalam bioskop itu dia justru ketakutan dalam pelukan Ben saat Vaness, Chika, Ucha, Joy larut dalam alur cerita Handcock yang kelihatannya begitu seru.

Kemudian Diana berusaha akting seceria mungkin agar yang lainnya percaya kalo dia juga turut menikmati malam minggu ini.”Iyalah! Joy AKU SENENG BANGEET!!! Hehehee. Tadi tuh film emang keren deh!” teriak Diana semangat. 

  “Iya gue juga suka!”timpal Ben. “Gue sampe nggak ngedip, haha.” Tambahnya.

“Lebey luuuu…”jitak Joy.

Diana menatap abangnya dengan perasaan bersalah, ia juga nggak yakin kalo tadi abangnya benar-benar menyaksikan film itu sebab abangnya sibuk menenangkan dirinya. 

“Maafin aku Ben… Aku selalu ngerepotin kamu. Aku jadi yakin kalo aku akan benar-benar lebih takut kehilangan kamu daripada ketakutanku sama cowok brengsek itu… Semoga kamu tetep mau jadi sahabatku… abangku…” batinnya.

“Kalo gitu kita berdua pulang dulu ya guys!”ucap Ben.
“Iya! Aku pulang yaaa sobatku semuaaaa!!!” sahut Diana yang langsung cipika-cipiki sama Vaness, Ucha, Chika dan Joy.
“Iya, hati-hati kamu ya dek.”ujar Vaness. Ia bahagia malam ini sebab Diana sudah kembali ceria.
“Ben, loe hati-hati yaa!! Diana juga.”tambah Chika sebelum akhirnya Ben dan Diana pun menjauhi ke empat sobat geng Neronya itu.

Diana mengembangkan senyum seperti biasanya. Lalu melambaikan tangan kearah mereka berempat, begitu juga Ben sambil meneriakkan kata “Bye!!! Dada!!! Sampe ketemu SENEN!!”

Setidaknya Diana lega karena ketakutannya malam ini tidak membuat sobat geng Nero lainnya khawatir, meskipun hanya abangnya seorang yang tidak bisa ia bohongi. Gadis itu kini merasa lebih aman disamping Ben dan cowok blasteran itu terus menggandeng erat tangan Diana. 

Loe itu hebat di… Loe tetep ngasih senyuman loe buat kita semua padahal gue tahu elo lagi nggak aman sekarang, ucap Ben dalam hati.


***


to be continued






*pict. source: https://www.selipan.com/hiburan/foto/14-ilustrasi-sederhana-kebersamaan-menenangkan-hati/



MY L.O.V.E (PART 19) #Untold Story

SEBUAH PENGAKUAN (III) Diana menatap Micky, tatapan cowok itu begitu kelabu. Tidak ada sinar yang terpancar di sana. ...