Minggu, 26 April 2015

Puisi Humanisme



(23-4-2010)


 HITAM DI ATAS PUTIH


Aku tersenyum
Melihat keramaian kota metropolitan
Aku terkesiap
Saat melintasi gedung-gedung bertingkat

          Hati bergetar rasanya
          Bangga, meski tak ada tempat untukku
          Berlindung di salah satunya
          Kata “pantas” rasanya jauh dari diriku

Hanya berbekal gitar usang
Pakaian penuh tambal disana-sini
Debu dan asap hitam
Aku menyusuri ibu kota
Mencari tangan dermawan
Yang ku anggap malaikat

          Aku tak peduli dengan mereka !
          Aku hanya ingin bertahan hidup !
          Melawan penjajahan di negeri sendiri !
          Melawan keterpurukan !
          Dan bebas... dari belenggu kemiskinan
          Walau aku tak yakin dengan diriku sendiri
Takdir! Takdir! Takdir!!!
          Kalian menatapku jijik
          Kalian menoleh bengis
          Menyungging senyum licik
          Seakan aku ini hina !!!

Hingga nurani kalian tenggelam
Aku tetap TIDAK PEDULI !!!
Karena kalian tidak mengenal siapa aku
Dan bertanya,
Memang siapa engkau? Siapa dirimu, nak?

          AKU?! Aku hanya pemusik ulung
          Mengais rezeki demi sesuap nasi
          Tapi aku...
          Aku adalah orang yang akan mengganti posisi
          Kalian, kelak!

Wahai kalian yang duduk di singgasana emas
Dengan tongkat dan wajah angkuh
Puaskah kalian dengan segala kegemerlapan ?
Dan menikmati diriku terlunta-lunta di jalanan ?!

          Sungguh, aku berkata...
          Berhentilah jadi tikus-tikus licik!
          Yang haus akan harta dan materi

Jangan rampas hidupku lagi !
Jangan lagi tebarkan noda kemaksiatan !
Meski terlanjur kalian ciptakan
Sebuah lukisan hitam di atas putih

MY L.O.V.E (PART 19) #Untold Story

SEBUAH PENGAKUAN (III) Diana menatap Micky, tatapan cowok itu begitu kelabu. Tidak ada sinar yang terpancar di sana. ...